Sahabat Sejati Selamanya
Aku pernah berkhayal tentang mimpi bersamamu sahabat. Sebab kau bukan hanya sekedar manusia biasa bagiku, melainkan kau adalah inspirasiku. Kau tahu, sedalam mana aku mencintai sahabat lain dibanding dirimu? Sungguh tak sehebat kertas putih yang mudah ternodai. Sedangkan kau lembaran yang tersimpan dalam google drive yang hanya tak dapat terbuka jika kata sandi pada gmail.com terlupa. Dan aku tak akan pernah melupakan kata sandi itu. Terkubur dalam pada fungsi otakku, kecuali ia pecah tertembak kala perang. Namun tak mungkin, sebab aku percaya negeri kita akan damai hingga tak terhitung lamanya.
Masih ku ingat sahabat, dan aku yakin kita memiliki ingatan yang sama. Bahwa ada pertengkaran kecil diantara kita, setelah ku pikir itu hal yang biasa, kala umur masih tergolong remaja. Dan hebatnya pertengkaran itu tak berlangsung lama. Kau dan aku kembali seperti sedia kala. Bergitar dibawah rindangnya pohon cemara, ombak pantai bernyanyi diantara kita bersama sahabat yang lainnya. Kenakalanmu sama dengan kenakalanku, barang haram pernah tersentuh diantara bibirku dan bibirmu. Asap-asap balutan kretek mencipul hingga ke angkasa. Terkadang kita sampai tak sadarkan diri, siapakah kita?
Masih ku ingat arsikanmu pada marlboro kesukaanku, katamu tambah satu gelas lagi sebagai tindih ide gilamu. Ku tuang, kau-pun jatuh melayang. Lalu, kita menggila melebihi gilanya si gila, menjerit ibarat vokalis yang sedang performance. Beralatkan sebuah gitar dengan lyrik jalang Iwan Fals, kau pun bernyanyi hingga pada penghujung malam kita-pun pulang. Begitulah cara kita melewati malam.
Mungkin aku terlalu egois bagimu, mengedepankan keinginanku sementara keinginanmu? Percayalah bahwa ketika pikiranmu seperti itu kau sedang dirasuki bapaknya setan. Atau kau memang sedang tak lagi waras. Karena sungguh-pun aku menyayangimu. Kau ingat kalimat ini: "Kepengmu adalah kepengku, kepengku adalah kepengku". Lalu kau sebut aku setan sedang aku tertawa terpingkal-pingkal seperti setan. Ku harap kau tak pernah memasukannya kedalam hatimu dan berpikir bahwa itu hanyalah intermezo belaka.
Sewaktu sekolah menengah pertama dulu, kau adalah salah satu murid terbaik di sekolah kita. Setiap semester mendapat peringkat yang membanggakan dirimu, kau tau aku juga bangga meski tak dapat peringkat sepertimu. Setidaknya kau adalah sahabatku. Pernah kau mewakili sekolah kita dalam sebuah kompetisi, waktu itu namanya study banding ke Banda Aceh. Ku pikir itu adalah masa paling bahagiamu. Meskipun kau tak dapat mengikutinya karena penyakit mabuk darat pada tubuh mungilmu. Hari ini aku sadar, kau terlalu kecil kala itu, belum lagi kita terlahir dipedalaman Singkil dulu. Kolot sebab memang tak pernah menaiki mobil seperti itu. Ku pikir mobil itu monster berjalan yang mengerikan.
Meski kau bandel kau tetap pintar, RPAL dan RPUL terhafal dalam otakmu. Kau ingat siapa guru favoriteku bukan? Ibu Nitra Refianti. Seharusnya tak ku ceritakan ini dalam suratku padamu. Namun banyak kenangan didalamnya, bahkan aku rela dicubit hingga memerah oleh Guru cantik itu. Guru terbaik yang pernah kita kenal, meski orang kampung kita mendapatkan kesempatan belajar bahasa Inggris yang diajarkannya. Kau dan aku sedikit genit disini. Mungkin kita layak disebut murid kurang ajar.
Sekolah Menengah Atas kita berpisah dalam lingkup sekolah tentu tidak dalam kehidupan sehari-hari. Sebab jarak antara kampungku dan kampungmu hanya jembatan kecil sebagai penghalang. Dan bahkan seorang teman pernah menyinggungmu untuk membuat surat kepindahan penduduk saja, sebab kau hanya tau bermain kesana.
Sementara kau bersekolah bersama dengan teman-teman kita dulu, aku terasing sendiri tanpa seorang teman, terlebih tanpa dirimu. Kau tahu, pertama masuk sekolah aku di cemooh oleh mereka-mereka yang memandang kita hina, aku bertengkar mempertahankan derajad kewujudan kita, aku bertengkar demi bahasa nenek moyang kita. Aku bertahan hingga pada masanya. Hingga sampai pada hari ini aku berdiri tegap dihadapan mereka, dengan tanpa bersalahnya mereka menyapaku dengan baik dan lembut. Dan aku memaafkan semua kesalahan itu.
Banyak teman kita yang tak menyelesaikan sekolahnya kala itu, sedangkan kau bertahan sampai mendengar kelulusan di sekolah mu, begitu juga denganku. Kita lulus bersama di sekolah yang berbeda. Lalu kemana kita? Kau tau, lagi mungkin kita sama. Yaitu tak memiliki tujuan sesudahnya. Cita-cita kita sewaktu duduk dibangku sekolah dasar dulu ternyata terlalu tinggi untuk orang seperti kita. Tak mungkin dan bahkan mustahil. Pikirku kala itu.
Namun ternyata tidak, dan mungkin kau kurang beruntung ketimbangku yang memutuskan menimba ilmu di negeri yang seharusnya kau kunjungi 4 tahun yang lalu. Sementara kau masih dalam kebingungan. Aku yang memiliki daya ingat yang jauh dari nilai standar juga kepintaran yang tak ada apa-apanya dibandingkan denganmu. Aku kagum akan itu, aku kagum dengan kejeniusan pemikiranmu. Bahkan sampai pada detik tulisan receh ini ku layangkan, aku masih percaya kau selalu pada otak brilianmu.
Hal itu jugalah yang ku sayangkan atasmu. Kepintaran, kecerdasasan, bahkan kejeniusanmu ternyata kalah dengan keberuntungan yang kau miliki. Ya, ini bukan tentang nasib pada badan yang tak dapat dihindari, ini perkara keberuntungan yang tak berpihak kepadamu. Kau tak melanjutkan study-mu hanya karena kita dilarang bermimpi waktu itu. Mungkin bukan dilarang, hanya saja aku tak dapat menafsirkannya lebih tepat lagi. Aku tahu dan kau juga pasti tahu, kita telah cukup hidup pada penderitaan kekurangan ilmu dan pengalaman. Orangtua, keluarga, bahkan sekeliling dari lingkungan kita hanyalah orang biasa, kolot, udik, bodoh tak berilmu pengetahuan menyeret kita termasuk di didalamnya. Sehingga terima atau tidaknya kita harus rela.
Mungkin kau pernah iri kepadaku, dan mungkin juga kau benci kepada dunia bahkan mungkin Tuhan yang menciptakanmu. Atas apa yang menghalangi kehendakmu. Mungkin kau juga menyesal terhadap dirimu sendiri, seakan kau bertanya-tanya mengapa dan mengapa. Dilain sisi mungkin aku terlihat mendiamkanmu tanpa memberikanmu masukan, arahan atau saran yang baik kala itu, sebab sahabatku aku bukan seorang motivator yang membangkitkan semangat juangmu. Dan bahkan aku sedang dalam kesesatan kala itu. Dan percayalah sedikit-pun aku tak berniat untuk mengacuhkanmu.
Sahabat, sampai hari ini aku tak dapat meringankan beban pikiranmu, meski aku tahu sering kejenuhan melanda dirimu. Mungkin esok, atau bahkan tidak pernah sama sekali. Namun sebelum itu terjadi satu hal yang perlu kau tau bahwa ada tempat untukmu dariku, kau tak perlu segan atau bahkan malu untuk meluapkan segala keresahanmu, kiranya sedia juga akan dirimu menjawab keresahan yang ada padaku.
Sahabatku, melalui surat kecil ini tak banyak pintaku padamu. Hanya saja jangan pernah menyesal akan hari ini. Yakin lah masih ada harapan yang layak untuk kau genggam dan perjuangkan. Jalani lah hidup sebagaimana mestinya. Bangkitlah dari keterpurukan itu, tinggalkanlah segala yang tak baik. Sering-seringlah mendengar petuah-petuah dari siapa-pun. Bahkan mungkin yang lebih kecil darimu. Ketahuilah banyak pelajaran yang dapat diambil disana.
Sahabatku, mungkin kau bertanya-tanya mengapa aku menuliskan tentangmu. Ketahuilah tak akan kau temui jawaban disana. Dan bahkan aku saja tak tahu alasannya mengapa. Yang aku tahu, aku tak pernah menuliskan tentang dirimu dan diriku dalam kalimat “kita”. Hari ini adalah kesempatan terbaik untuk itu. Sebenarnya banyak lagi yang ingin ku tulis tentangmu dan hingga mungkin tiada jeda dalam tanda titik. Namun sebuah tulisan harus ada jedanya.
Terakhir, maafkanlah aku yang mungkin tak seperti sahabat yang kau harapkan. Sungguh aku-pun sedang meniti jati diri dari kebenaran yang pasti. Dalam artian kita sama dalam mengungkap kebenaran, kepastian yang di dalamnya terdapat harapan.
-Sahabatmu,
Dalam gubuk penderitaan.
Banda Aceh 23/10/2018
So admirable and amazing
Congratulations @djamidjalal! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :
Award for the total payout received
Click here to view your Board of Honor
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
To support your work, I also upvoted your post!
Do not miss the last post from @steemitboard: