SERUNYA ANTRI OBAT DI RSUDZA
Pagi menuju siang. Jam sudah di angka 10 lebih 11 menit. Saya mendapat tugas hari ini mengambil obat di RSUDZA untuk Ayah yang terkena Gejala Stroke ringan. Selesai berdesakkan di Poli Syaraf, saya mendapatkan kertas Resep obat yang kemudian saya bawa ke Apotek/ Farmasi RSUDZA.
Sesampai di depan Apotek, terlihat antrian manusia yang sudah lumayan ramai, menunggu nomor urutannya dipanggil petugas. Tampak aneuk miet sampoe ureung tuha ka teuduek taheu bak geupreh ubat.
Apa boleh buat, obat harus didapat. Saya langsung ke petugas satpam yang sedang membagikan nomor antrian. Sambil menyerahkan form resep tadi, saya kemudian diberi kertas dengan nomor antrian;
Nomor antrian dibagi dalam dua jenis. Nomor dengan huruf awalan B digolongkan dalam jenis obat untuk penyakit yang tidak kronis, dan awalan A adalah kode untuk nomor antrian penyakit Kronis. Ternyata penyakit Ayah termasuk dalam golongan Kronis.
Selesai mendapatkan nomor antrian, salah satu pengantri menegur saya memberitahu bahwa form resep harus diletakkan dalam keranjang merah di depan Loket 1. Segera saya ke loket 1, dan sambil meletakkan form resep, saya bertanya kepada salah satu petugas di dalam ruang apotek; -“Ini resep asli dari dokter, juga harus diletakkan dalam keranjang ya Buk?”. Dengan mulut tertutup masker si Ibu petugas tadi menjawab dengan pertanyaan balik; “- Sudah pernah berobat?. - Sudah Buk! (Saya kira maksud pertanyaan Ibu itu, Apakah Bapak saya sudah pernah berobat sebelumnya di RSUDZA?, karena sebelumnya Ayah memang sudah pernah berobat, jadi ya saya jawab begitu). - (Dengan ketus si Ibu petugas menjawab) Nah berarti sudah ngerti lah!. Mendengar jawaban si Ibu, saya pun berlalu. (Jujur ini adalah kali pertama saya mengantri obat di Farmasi RSUDZA)
Meninggalkan loket 1, saya kembali berbincang dengan pengantri yang tadi menegur saya. Sambil bertanya; “- Droen nomor padup Pak?. - Lon nomor 42. - Owh jioh tat tinggai lon ngen droeneuh Pak. - Gata numboi padup?. Lon numboi 192. - Kajeut neujak hoe laen laju dile, nyan sang poh 4 supot enteuk dron baro diheui. - Dari pane droeneuh Pak?. - Lon dari Meulaboh. Skip>> tanpa ragu, saya pun mendengarkan saran si Bapak, untuk pergi dulu cari kopi.
Pukul 3 lebih 15 menit saya kembali. Beberapa orang masih berkerumun di depan loket pengambilan obat. Beberapa lainnya masih Teuduk taheu bak kursi antrian. Walaupun sudah tidak terlalu ramai seperti sebelumnya. Saya langsung menuju ke monitor informasi nomor urutan antrian. Celaka! Antrian golongan A masih diangka 143!!!.
Kurang lebih 15 menit saya tunggu, panggilan nomor antrian berubah seiring dengan angka di monitor antrian. Nomor A149 keluar dari sound dan tampak juga di monitor. Waah jauh juga nomornya melompat!. Merasa agak rancu, saya menghampiri salah satu petugas satpam yang duduk di dalam ruang depan loket 1. Lewat lobang kaca, dengan hembusan angin dingin dari AC dalam ruang loket, Saya mensejajarkan kepala mendekat dan bertanya, apakah nomor A192 sudah dipanggil, karena sepertinya antrian tidak sesuai nomor. Jawaban petugas mengatakan bahwa nomor antrian dipanggil terkadang menurut jenis parahnya penyakit, jadi yang parah dan butuh obat segera, nomor itulah yang akan dipanggil duluan. Kemudian saya kembali bertanya, Ini nomor saya termasuk dalam penyakit kronis, apakah itu tidak masuk dalam golongan parah?. Petugas tadi hanya menjawab begini; Tunggu saja dulu bang, sekarang masih nomor A149. Tanpa memperpanjang pertanyaan, saya lebih memilih pergi saja dari loketitu, lagipula petugas didalamnya pun tampak lagi sangat menikmati dinginnya AC dan sibuk dengan HP ditangan mereka masing-masing.
Merasa pelayanan yang kurang memuaskan, saya langsung mengeluarkan iPad untuk mendokumentasikan kondisi pelayanan Apotek RSUDZA. Saya berniat akan mempostingnya nanti di Steemit.
Dari foto di atas, bisa anda lihat. Loket di Apotek berjumlah lebih dari 3 loket. Sedangkan loket yang aktif untuk melayani pengambilan obat hanya loket 4 dan 5. Dari kertas pengumuman yang ditempel di kaca loket, saya baca bahwa loket 4 untuk obat pasien kronis, dan loket 5 untuk pasien tidak kronis.
Saya pikir, Alangkah baiknya, bila loket 3 dan 2 juga bisa melayani pengambilan obat. Bahkan melihat ramainya nomor antrian, dan rata-rata keluarga pasien dari yang saya ajak ngobrol, mereka berasal dari luar kota Banda Aceh. Khusus datang ke Banda Aceh karena keluarganya dirujuk ke RSUD untuk rawat inap, dan sebagian ambil obat Gratis(BPJS). Sungguh celaka, pelayanan hanya tersedia di dua loket saja, dan loket lainnya TUTUP ( tanpa ada informasi alasan yang jelas). Seharusnya RSUDZA bisa membuka loket yang tutup tadi, atau bahkan harus menambah jumlah loketnya. Weuh takalon urueng tuha ka teupet teubleut bak geupreh geujaga numboi antrian han trok-trok
Namun bila anda pernah atau bahkan mungkin sering ke RSUDZA, dan lewat depan IGD, ada tumpukkan manusia seperti di Camp Pengungsian didepannya. Mungkin sudah jadi pemandangan lazim dan tak heran bagi anda. Meunyo dikeu Apotek ureung teupet teubleut bak geupreh. Dikeu IGD ka meuhambo ie babah bak geu eh
Parahnya lagi di depan Apotek, salah satu pengantri sepertinya sudah Masam menunggu nomor antriannya dipanggil. Alhasil sambil bergumam dalam hatinya, mungkin begini beliau akan berucap; Halah sang sibak Rukok teuk ka diheui!
*)Sampai tulisan ini terposting, nomor antrian saya belum juga dipanggil. 😞
Saya sudah upvote postingan anda. Tlong upvote juga postingan saya. Smoga kita bisa saling membantu. Trimakasih
sabar paknemang gitu terakhir saya ambil KTP juga gitu lame banget
follow dan vote back ya kak! @channa