Cara Membaca Buku (I)
Jika sebelumnya kita membedah tentang Cara Menulis Buku (I-IV), maka dalam beberapa hari ke depan, akan disajikan tentang Cara Membaca Buku.
https://steemit.com/menulis/@kba13/cara-menulis-buku
https://steemit.com/writingskill/@kba13/cara-menulis-buku-ii
https://steemit.com/indonesia/@kba13/cara-menulis-buku-iii
https://steemit.com/indonesia/@kba13/cara-menulis-buku-iv
Sebelum sampai ada aspek-aspek yang detail, izinkan saya kupas dulu pengalaman saya dengan dunia bacaan. Ihwal saya tertarik membaca berawal pada masa kanak-kanak. Saat itu, ada satu program di TVRI yaitu film berseri ACI (Aku Cinta Indonesia) dan film-film lainnya yang melukiskan bagaimana kehidupan anak desa. Dalam satu episode ada cerita tentang anak desa yang menang Cerdas Cermat, karena hobbinya membaca Koran bekas. Cerita ini mungkin agak susah saya bangkitkan kembali.
Namun, visual anak muda yang membaca koran dan selalu menang dalam Cerdas Cermat kemudian mengingatkan saya pada kondisi saya di kampung halaman, sebagai anak Pedagang Kaki Lima. Ayah saya selalu membeli koran kiloan untuk membalut pakaian yang dibeli oleh penjual. Saat itulah saya kemudian tertarik untuk membuka dan membaca koran-koran bekas, seperti yang saya lihat dalam film di TVRI. Saat itu, lagi-lagi tidak ada Google. Koran bekas merupakan “Google” bagi saya saat itu.
Saya melahap setiap isi koran, tanpa memikirkan apa dampaknya di kemudian hari. Koran-koran yang belum digunting untuk dijadikan sebagi pembungkus saya sortir terlebih dahulu. Saya membaca setiap halaman. Berita yang bagus seperti Cerpen saya simpan untuk dibaca saat tidak pelanggan. Kebetulan saat masih kecil saya suka diajak untuk berjualan di hari pekan. Koran-koran bekaslah yang kemudian menemani saya saat tidak ada pelanggan.
Setelah itu, ketika pulang ke rumah, paman saya selalu menguji ketajaman mata saya dalam membaca. Terkadang dalam satu halaman koran, saya diminta mencarikan beberapa kata dalam waktu yang cukup cepat. Misalnya, dalam satu rubric, diminta untuk mencari berapa kata “manusia.” Lantas, dalam tunggu lama, saya langsung menunjukkan dimana letak kata “manusia.” Begitulah seterusnya, amalan saya membaca sejak sekolah dasar di kampung halaman. Selain itu, paman saya suka membelikan buku seperti Buku Pintar dan RPUL. Buku Pintar adalah karya Iwan Gayo. Dalam beberapa hari saya diminta untuk membaca Buku Pintar. Semua informasi dalam buku tersebut tidak terkecuali dalam RPUL saya hapal. Karena itu, ketika dalam kelas informasi yang ditanyakan oleh guru, kerap saya jawab dengan benar. Ketika itu, tidak terpikirkan oleh saya bahwa begitu ternyata dampak membaca pada sistem pengetahuan seseorang.
Setelah masuk ke tingkat sekolah menengah pertama, saya memiliki kebiasaan yang aneh, yaitu membaca bundel-bundel majalah di perpustakaan. Ketika tidak ada jam pelajaran, saya selalu lari ke pustaka untuk membaca majalah-majalah yang jumlahnya sampai puluhan edisi. Saya baca “laporan utama,” “topik utama,” “apa dan siapa”, dan lain sebagainya. Tidak saya duga pola saya membaca majalah berbundel-bundel ini mengantaran saya pada pengetahuan politik dan ekonomi. Sehingga dalam setiap diskusi, dulu memakai sistem CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), saya sering menukilkan kembali informasi yang pernah saya baca majalah.
Di samping itu, saya juga membaca buku-buku “berat” karena penasaran. Masih terngiang di kepala saya saat itu saya membaca buku Islam Aktual, karya Kang Jalal. Buku-buku yang berderet di perpustakaan yang menarik perhatian saya selalu saya baca, karena tidak boleh dipinjam untuk dibawa pulang ke asrama. Kebiasaan membaca di perpustakaan kemudian diteruskan dengan kebiasaan membaca koran-koran atau apapun yang saya temukan di pinggir jalan.
Satu lagi kebiasaan saya sejak Madrasah Ibtidaiyah adalah meringkas dari setiap bacaan. Untuk persoalan ini, saya biasanya membeli satu buku tulis yang besar. Saya jadikan buku tulis itu merangkum apapun yang saya baca. Dorongan untuk menulis ini bukanlah untuk menjadi penulis, karena saya memiliki tulisan tangan yang tidak begitu cantik. Jadi, buku tulis ini saya anggap sebagai tempat untuk menulis dengan tulisan tangan saya yang paling bagus. Di situ saya menulis dalam model tulisan halus kasar. Jadi, ketika ada perlombaan Cerdas Cermas, saya hanya membaca informasi-informasi yang sudah saya tulis dalam buku catatan saya.
Di situ saya tulis apapun yang “ter”. Seperti sekarang yang muncul di Youtube. Semua yang “ter” ini saya listkan dan saya hapal. Informasi penghasil bumi di dunia, informasi penduduk di dunia, penemu-penemu pertama, dan lain sebagaimana. Kebiasaan meringkas bacaan dan menulis kembali apa yang dibaca merupakan metode yang saya gunakan ketika memulai kebiasaan membaca. Agaknya, meringkas bacaan adalah cara yang saya gunakan, walaupun tujuan awalnya adalah untuk memperbaiki cara cara menulis tulisan halus kasar.
Cerita di atas memperlihatkan bahwa kebiasaan membaca saya bukanlah disuruh oleh orang lain. Hal ini dipicu oleh situasi dan rasa ingin tahu yang ada di dalam benak saya. Akan tetapi, saya tidak begitu tertarik dengan membaca buku-buku bacaan sekolah. Hal ini disebabkan bacaan-bacaan sekolah hanya untuk dijasikan bahan untuk menjawab ujian. Karena saya tidak suka dengan membaca pelajaran sekolah, saya terkadang berada di urutan murid yang biasa saja. Akan tetapi, setiap ada acara Cerdas Cermat, saya selalu diikutkan dan terkadang menang dalam beberapa kali perlombaan.
Kisah saya menonton film ACI di atas merupakan inspirasi bagi generasi kami pada tahun 1980-an. Film-film zaman dulu sangat membekas dalam benak anak-anak. Karena ada pesan moral yang disampaikan dalam film-film tersebut. Dapat dibayangkan bagaimana jika anak-anak sekarang menonton di televisi, maka 30 tahun yang akan datang, apa yang mereka nonton membekas dalam benak mereka. Pengalaman saya membuka diri terhadap dunia bacaan adalah dipicu oleh dunia visual pada masa itu. Setelah itu, filosofi “Jendela Rumah Kita,” sebuah judul sinetron membukan jalan-jalan lain untuk saya agar menjadikan membaca bagian dari kebisaan.
Jadi, bagi siapapun yang mau membaca atau malas membaca pikirkan apa yang akan anda alami di kemudian hari, jika tidak ada asupan gizi di dalam otak anda. Saat itu, banyak mahasiwa yang mengeluh tidak mau dan mampu membaca buku. Alasannya karena mereka ngantuk yang ditandai dengan menguap berkali-kali ketika hendak membaca. Sebaliknya, mata mereka akan terbelalak jika menonton siaran langsung sepak bola di pagi hari, film-film tertentu dari negara tertentu, bermain game online, dan lain sebagainya. Ketika disodorkan buku, maka dia mengatakan tidak punya waktu untuk mengatakan tidak punya keinginan. Dorongan membaca harus dimulai dari dalam diri sendiri. Bukanlah dipaksa oleh siapapun, guru atau dosen. Atau, karena ada desakan pada kondisi tertentu yang menyebabkan kita membaca. Ingat, perintah pertama yang didengar Rasulullah SAW dari Malaikat Jibril adalah Membaca.
Bersambung….
Assalamu'alaikum...
Boleh gak kita jadi kawan steemit...
Kalau bole jngan lupa apvote n follow saya ya...
Upvote dan Follow Back ngon beuh..
Buku apa yang sampai hari ini masih betah dibaca hingga berulang-ulang pak?
Ada beberapa. Namun seiring kesibukan yang lainnya. Buku-buku tersebut tetap saya buka-buka jika saya kangen dengan isinya.
Luar biasa pak Dr KBA dalam menulis,..
Pengalaman yang luar biasa, terbawa arus juga bacanya 😀
Sangat bermanfaat pak. Ditunggu next post sir
Orang hebat selalu memiliki kisah hebat yg patut diceritakan...
Cara menuliskan kembali isi bacaan sesuai yang 'ter' juga sudah saya terapkan Pak. Walaupun tidak semua buku saya catat, hanya buku2 tertentu yang mengandung informasi yg belum saya tahu saja yang saya catat, sperti buku Bapak.