Seri Tokoh #7: M. Amin Abdullah (Pembaru Islam Abad XXI di Indonesia)
Dalam #seritokoh kali ini, saya tertarik menulis salah begawan ilmu dari Indonesia yang sangat memberikan pengaruh pada studi Islam di Indonesia. Tokoh yang dimaksud adalah Prof. Amin Abdullah (AA). Hubungan saya dengan AA memang dimulai sejak saya menempuh S-1 di IAIN (UIN) Sunan Kalijaga. Awal perjumpaan saya dengan AA ketika meminta salah satu tulisannya di Jurnal ‘Ulumul Qur’an untuk saya edit dengan beberapa tulisan lainnya menjadi satu buku tentang berbagai pendekatan dalam studi Islam.
Inilah kisah awal saya berjumpa dengan AA dan dia langsung mengiyakan niat saya ketika itu. Setelah itu, durasi pertemuan dengan AA semakin intens. Walaupun ketika itu masih sebagai Pembantu Rektor I dalam bidang akademik, AA tetap melayani saya kalau ada hal-hal yang ingin saya konsultasikan. Bahkan, dalam beberapa kali pertemuan, saya sering dihadiahkan buku atau informasi buku baru. Maklum, untuk ukuran mahasiswa S1, dapat bertemu dan diskusi dengan seorang maha guru adalah kebahagian tersendiri.
Awal perkenalan saya dengan sosok AA memang bukan karena satu fakultas. Dia di fakultas Ushuluddin, saya di Fakultas Syariah. Di Yogyakarta, fakultas Ushuluddin menjadi salah satu fakultas favorit, karena di situ gudang para pemikir Islam di Indonesia. Dulu, mahasiswa sangat bangga kalau dapat diterima di jurusan Aqidah Filsafat atau Perbandingan Agama. Saya tidak pasti, apakah gejala 20 tahun yang lalu masih berlaku di UIN Sunan Kalijaga.
Kalau dibandingkan dengan UIN Ar-Raniry, minat calon mahasiswa untuk ke Fakultas Ushuluddin memang tidak begitu menggembirakan. Saya menganggap ini wajar bahwa masyarakat membutuhkan pekerja, bukan pemikir. Para orang tua ingin langsung merasakan anak mereka sebagai pekerja, ketimbang menjadi pemikir agama. Gejala ini tentu saja sangat memperihatinkan dalam pengembangan studi Islam di Indonesia.
Walaupun saya di Fakultas Syariah, tetap membaca buku-buku yang meransang pemikiran. Saat itu, karya AA sangat diminati oleh mahasiswa. Seingat saya buku AA yang diburu oleh mahasiswa di Yogyakarta adalah Studi Agama dan Falsafah Kalam. Dua buku yang diterbitkan oleh Pustaka Pelajar. Belakangan, karya AA sudah mulai dilirik oleh Mizan, ketika hasil terjemahan disertasinya tentang Imam Al-Ghazzali dan Imannuel Kant diterbitkan. Setelah itu, ada lagi buku tentang kumpulan tulisan AA yang diterbitka oleh Mizan.
AA termasuk sarjana yang paling aktif menulis dalam bentuk esei.Tulisannya panjang. Terkadang harus dimuat secara berseri. Tahun 1997 ada artikel AA yang diterbitkan oleh Jurnal Ulumul Qur’an yang dianggap sebagai upaya meletakkan studi agama dalam konteks kekinian. Artikel ini kemudian dijadikan sebagai bahan pidato Guru Besar. Setelah menjadi Rektor UIN, persis ketika perubahan IAIN menjadi UIN, AA kembali menghasilkan satu tulisan tentang peta keilmuan di PTKIN. Salah satu konsep AA yang paling sering dirujuk oleh para sarjana di Indonesia adalah jari laba-laba keilmuan. Kata kunci interkoneksi dan jaring laba-laba menjadi dua istilah yang paling sering saya dengar dalam setiap forum ilmiah.
AA memang menginspirasi peserta didiknya. Gaya mengajarnya selalu memancing mahasiswa untuk berpikir. Mampu menguasai dua bahasa (Arab dan Inggris). Kendati saya menduga, AA juga mampu berbahasa Turki, karena disertasinya diselesaikan dalam bahasa Turki. Dalam menyampaikan gagasan-gagasannya selalu memberikan fondasi keilmuan. Filsafat “jangan-jangan” selalu menantang orang untuk berpikir ulang atas dogma yang sudah baku untuk dibenturkan dalam realitas sosial.
Bagi saya, salah satu keberhasilan seorang pemikir adalah meletakkan gagasan besarnya dalam realitas. Inilah yang terjadi pada AA. Gagasan besarnya kemudian menjadi dasar kuat bagi pengembang keilmuan di UIN Sunan Kalijaga dan memberikan dorongan kuat bagi kampus-kampus lain di lingkungan PTKIN di seluruh Indonesia. Saat ini, nama yang paling sering disebut ketika ada pengembangan keilmuan di Indonesia adalah AA. Inilah kontribusi besar AA di dalam sejarah pendidikan di Nusantara. Jasa ini mungkin mengikuti jejak beberapa sarjana dari UIN Sunan Kalijaga seperti Mukti Ali dan Hasbi Ash-Shiddiqi. Mahasiswa AA tersebar di seluruh Indonesia. Ada yang pernah belajar semasa S-1, menjadi mahasis S-2 dan S-3. Tidak sedikit pula yang menjadi pembimbing dalam penulisan skripsi, tesis, dan disertasi. AA juga kerap diundang menjadi narasumber, baik di dalam maupun luar negeri.
Biografi intelektualnya telah ditulis sebanyak 2000 halaman oleh Waryani Fajar Riyanto. Buku tebal ini dibagi ke dalam dua jilid. Tampaknya, ini karya yang paling komprehensif tentang sosok AA. Dalam satu pertemuan di salah satu hotel di Banda Aceh, AA bercerita tentang karya ini. Saya mengatakan bahwa saya keduluan oleh Waryani. Sebab, saya sebenarnya sudah mulai menulis tentang pemikiran AA. Dalam diskusi ini, dia mengatakan bahwa konsisten adalah kata kunci. Kami sempat berdiskusi tentang metafisika dan meta teori. Dia juga sempat menceritakan tingkatan-tingkatan keilmuan seseorang yang akan dilaluinya. Nasihat ini saya simpan dalam memori saya sebagai bekal bahwa berilmu itu harus istiqamah dengan jalur yang sudah dipilih.
Dalam satu sesi seminar di UIN Yogyakarta pada saat workshop pengembangan keilmuan di kampus tersebut, ada pesan AA yang masih terngiang di benak saya yaitu: dosen itu tugasnya mengajar, meneliti, dan berseminar. Saat itu, beberapa peserta dari dosen tersenyum, karena tugas itu memang tugas wajib. Akan tetapi, AA mengatakan keilmuan tidak akan kuat, manakala sang dosen memikirkan hal-hal lain yang bukan tugasnya. Maklum, saya dipahamkan bahwa menjadi dosen, nasib dan nasab dalam kategori pendapatan dan penghasilannya tidak begitu menjanjikan. Mereka harus sabar dengan keadaan. Beruntung, saat ini, dosen sudah membaik nasibnya seiring dengan penghargaan yang diberikan oleh pemerintah.
Saya memandang bahwa tradisi keilmuan di Indonesia selalu meminta putera-putera terbaiknya untuk mewakafkan diri untuk kepentingan umat. Salah satu kebiasaan saya adalah menelisik siapa saja yang telah mewakafkan diri untuk bangsa ini dalam bidang keilmuan. Mereka sibuk memikirkan bagaimana menuangkan ide-ide mereka ke atas kertas. Kemudian disampaikan supaya orang lain mampu mengikuti alur pemikiran mereka. Tidak jarang, ada juga pemikir yang lahir melampaui zamannya. Ide-ide mereka baru terbukti setelah mereka pergi meninggalkan dunia. Kegelisahan mereka sebagai kritik terhadap kondisi kekinian terpahami, saat mereka sudah tidak lagi berkiprah di hadapan rakyat. Intinya, pemikir itu tentang hidup di dalam alam pikiran dan batin orang lain.
Saya tidak mengatakan bahwa AA belum sampai pada tahap seperti di atas. Hampir 20 tahun saya mengenal AA. Tulisan, ucapan, dan pekerjaannya saya hanya dengar dalam bidang pengembangan keilmuan. AA tidak melirik partai politik. AA tidak membangun jaringan bisnis. AA juga tidak hijrah ke Jakarta untuk menempati pos atau jabatan strategis. Setahu saya, selain AA yang duduk di lembaga bergengsi di Indonesia yaitu AIPI, terdapat sarjana Muslim lainnya yang pernah saya kupas dalam #seritokoh sebelumnya, yakni Azyumardi Azra, memiliki inisial yang sama dengan Amin Abdullah. Akhirnya, 2 AA ini mampu memberikan kesan bahwa studi keilmuan dari kajian keagamaan, telah mendapatkan tempat terhormat di negeri ini.
Follow me back https://steemit.com/@a-0-0
⠀
⠀
⠀
⠀
Boost Your Post With Free upvotes
http://steem.link/clYvD
Sangat menarik Dan Menginspirasi Mengenai Orang Seperti beliau (AA)
Melalui Tulisan Bapak.
WARNING - The message you received from @ydeuovihc is a CONFIRMED SCAM!
DO NOT FOLLOW any instruction and DO NOT CLICK on any link in the comment!
For more information, read this post:
https://steemit.com/steemit/@arcange/phishing-site-reported-autosteem-dot-info
If you find my work to protect you and the community valuable, please consider to upvote this warning or to vote for my witness.