Seri Tokoh: Syed Muhammad Naquib Al-Attas

in #indonesia7 years ago (edited)

IMG_20180410_063239_HDR.jpg

Dalam kajian Islam di Asia Tenggara, nama Syed Muhammad Naquib al-Attas (SMNA) tidaklah asing. Beliau merupakan salah satu pemikir ulung yang terdapat di rantau Melayu. Awal pengenalan saya dengan beliau manakala saya baca buku beliau yang bertajuk Islam and Secularism. Buku ini pun telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, tidak terkecuali bahasa Indonesia. Setelah itu saya berusaha mahu tahu apa sahaja yang beliau pernah hasilkan dalam dunia akademik.

Dalam buku-buku beliau dijumpai bagaimana beliau bertungkus lumus membuka studi-studi keachehan dan kemelayuan, iaitu studi Sufisme di Aceh pada pengkhususan pemikiran Syeikh Nurdin Ar-Raniry dan Syeikh Hamzah Fansuri. Bagi kami orang Acheh menemukan sarjana ulung yang membuka studi masa lalu, terutamanya kajian pemikiran tokoh atau ulama adalah sesuatu yang menggembirakan. Apatah lagi ditulis sangat serius oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas.

Setakat yang saya tahu, hanya SMNA yang mengkaji dua pemikir Aceh yang dipandang berseberangan antara satu sama lain, yaitu Syeikh Nurdin Ar-Raniry dan Syeikh Hamzah Fansuri. Jasa SMNA ini yang lantas mengantarkan pendekatan semantik, historis, dan filologis sebagai pisau bedah yang amat tajam di dalam membongkar misteri pemikiran kedua ulama tersebut. Bagi saya, upaya ini amat luar biasa. Kerana itu, siapa pun yang bertanya siapa tokoh pemikir yang saya kagumi di Asia Tenggara, tidak ragu saya sebutkan nama SMNA.

Kajian atas SMNA pun sudah banyak dilakukan, khususnya oleh Wan Mohd. Nor Wan Daud. Sarjana ini mengupas tentang filsafat pendidikan yang ditemukan dari pemikiran SMNA. Keunikan SMNA adalah memberikan contoh how to put ideas in realities. Imajinasi dan pemikirannya sangat dalam, sebagaimana terlihat dalam karya-karyanya. Bagi generasi muda di Rantau Melayu, utamanya di Malaysia dan Acheh, membaca karya-karya SMNA adalah suatu kemestian. Pengalaman dia membina memberikan kuliah di kampus ISTAC telah menunjukkan kepiawaannya di dalam memberikan contoh how to put ideas into practices and realities.

Penguasan pemikiran filsafat Barat dan kajian ketimuran serta kemalayuan telah memberikan fondasi berpikir pada identitas kemelayuan, keislaman, dan kearaban. Inilah mungkin kata kunci pemikiran SMNA yang saya tangkap dari pembacaan atas karya-karyanya. Kemelayuan dia sajikan dengan pendekatan sastrawi. Keislaman di ketengahkan melalui pendekatan sejarah. Kearaban dia hidangkan sebagai kekuatan identitas Islam di Rantau Melayu.

Salah satu yang menarik dari SMNA adalah dia mengetahui duduk perkara terhadap apa yang dikritiknya dari pemikiran Barat. Singkat kata, dia paham betul dengan apa yang dia lakukan. Artinya, SMNA menjadikan template din Islam sebagai fondasi dasar ketika menghasilkan renungan demi renungan secara filosofik. Konsep-konsep dasar di dalam tradisi intelektual Islam dijadikan sebagai bagian hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Dua hal terakhir ini memang jarang dilakukan oleh sarjana lain, ketika banyak yang memiliki kekuatan intelektual, tetapi tidak menggunakan sebagai template.

Sebagai contoh, dia mengupas tentang konsep Din secara mendalam makna dan perubahan akar kata dari Din. Sedangkan di Rantau Melayu, sejak ratusan tahun istilah Din diganti dengan istilah Agama. Walhal, istilah ‘agama’ itu sendiri adalah ajaran dari bukan Din Islam. Tentu saja merubah kata ‘Agama Islam’ ke ‘Din Islam’ bukan pekerjaan mudah. Walau bagaimana pun, Din Islam adalah istilah resmi yang ditemukan di dalam Kitab Suci umat Islam. Pola penelusuran seperti ini memang agak jarang dilakukan di dalam penjelajahan studi Islam di Rantau Melayu. Maksudnya, walaupun Islam telah datang dan memberikan kekuatan intelektual, namun penggunaan istilah ‘Agama Islam’ pada Islam itu sebenarnya menggunakan dua ajaran pada saat bersamaan.

SMNA memang pembela tradisi kearaban di Rantau Melayu. Bukunya yang berjudul Historical Fact and Fiction (2011) adalah bagaimana jasa SMNA di dalam menampilkan nuansa dan kontribusi Dunia Arab di Nusantara. Kajian tentang pengaruh Arab di Nusantara memang sudah banyak dilakukan, sejak era Snouck Hurgronje hingga era sekarang, seperti kajian Azyumardi Azra, M. Laffan, Peter Riddle. Di Malaysia salah satu sarjana yang menghasilkan karya tentang pengaruh Arab di Dunia Melayu adalah Mohammad Redzuan Othman. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh SMNA adalah apa yang juga telah dilakukan oleh para sarjana lainnya di Nusantara.

Bagi generasi muda di Dunia Melayu, studi-studi yang dilakukan oleh SMNA dapat memberikan pecutan intelektual untuk mampu menggali khazanah dan mozaik Islam di Nusantara. Dewasa ini, melalui pendekatan yang dilakukan oleh SMNA saya cuba menerapkan kembali di dalam menggali spirit intelektual yang ada di Acheh. Menggali masa lalu bukan untuk romantisme sejarah. Menggali masa lalu untuk menemukan fondasi peradaban yang telah dikuburkan oleh berbagai gagasan atau ide yang menenggelamkan peradaban setempat.

Karena itu, ketika mencari fondasi tersebut, saya meletakkan sosok dan jatidiri SMNA sebagai pemikir yang jenius. Mungkin untuk masa dia membuat kajian, itu hanya pekerjaan akademik semata. Akan tetapi, bagi generasi muda di Rantau Melayu apa yang dihasilkan oleh SMNA adalah contoh nyata bagaimana identitas suatu bangsa adalah ciri khas yang harus digali sepanjang masa. Kuburan peradaban di Acheh memang tidak seperti kuburan etnik lainnya yang ada di Nusantara. Etnik lain masih dapat melihat warisan peradaban dari generasi sebelumnya. Mereka menjadikan maha karya generasi awal sebagai kompas peradaban saat ini.

Di Pulau Jawa, hampir setiap diskusi dan seminar, selalu membicarakan masa lalu sebagai khazanah dan mozaik lorong waktu sejarah peradaban. Masa lalu dijadikan sebagai ideologi untuk mengatakan bahwa kami pernah jaya dan akan terus jaya sampai dunia ini berakhir. Di Malaysia, corak dan identiti Melayu pun sudah mulai surut seiring dengan perkembangan zaman. Ada istilah “Melayu Ghaib” dan “Melayu Aib.” Dua istilah ini pernah saya dengar manakala menghadiri seminar tentang Melayu di Johor.

IMG_20170811_075104_HDR.jpg

Karena itu, spirit intelektual yang diwarisi oleh SMNA dapat menjadi contoh nyata bagaimana riset dapat memperkokoh peradaban kita di Nusantara. Tanpa riset dan pembicaraan yang berulang-ulang, agak sulit memperkenalkan kembali kejayaan peradaban kita pada generasi muda sekarang. SMNA sendiri telah melakukan terobosan besar di dalam mengumpulkan berbagai literatur keislaman yang menjadi ciri khas saat dia membangun ISTAC. Di sinilah para peneliti merasakan bahwa mereka merasa betah dan ingin terus menggali apapun yang telah dihasilkan dari sejarah peradaban bangsa-bangsa besar di dunia ini.

Saya ingin mengakhiri personal impression saya terhadap SMNA melalui salah satu kutipan dari Isaiah Berlin yang mengatakan bahwa konsep-konsep yang dihasilkan oleh seorang professor dapat meruntuhkan peradaban. Kalau kita dapat melakukan sebaliknya yaitu menemukan konsep-konsep untuk memajukan peradaban kita di masa sekarang dan masa yang akan datang. SMNA mengkaji masa lalu menerapkan pada masa kini dan memberikan inspirasi bagi generasi yang akan datang.

K. Bustamam-Ahmad

10.04.18

LTP

Sort:  

Congratulations! This post has been awarded a 100% upvote by @sweepstake! This post was selected from among all recent posts as the winner of lottery #155, which had no valid entrants. You can win again by entering in @sweepstake's regular lottery! To nominate a post for the regular lottery, just send 0.1 SBD or STEEM to @sweepstake, and include the url of the post you would like to nominate as a memo. Good luck!

Sangat mencerahkan pak.
Mohon info judul buku syed naquib tentang ar raniry dan al fansury

Mysticism of Hamzah Fansuri dan hujjatul Shiddiq li daf'i zindiq...

Syukran pak duktur