Pilpres 2019, kecemasan dan harapan
Menjelang masa kampanye pilpres 2019, tekanan ke pemeritah saat ini semakin kentara. Pada awalnya, isu agama dan komunis menjadi isu kuat namun semakin melemah seiring keberpihakan yang hampir terbuka oleh tokoh-tokoh utama Nahdatul Ulama (NU) terhadap pemerintah. Namun celah isu Islam Nusantara (inus) tetap akan dimainkan dengan melambungkan tafsir liar tentang Inus yang ditangkap mentah-mentah oleh rakyat yang kelelahan secara ekonomi. Penantang incumbent tentu menggunakan semua jemari untuk menggelitik incumbent; grup ‘ulama’, grup emak-emak, grup militer dan grup mahasiswa. Memang tidak ada pilihan bagi penantang selain terus menggoyang pemerintah yang ada, karena itu satu-satunya cara untuk mengambil hati/simpati rakyat. Prinsipnya sangat umum dan sederhana, jika kita ingin menang bersaing tapi belum punya prestasi yang bisa dijual, maka cari kelemahan lawan untuk diekspos sambil ciptakan kesan bahwa capaian lawan adalah pembohongan public.
Saat ini jemari/peran mahasiswa sedang dan akan dimainkan dengan mengusung tema Jokowi gagal, meskipun perdebatan rasional tentang kegagalan dimaksud belum pernah diuji di public. Jika ada celotehan kegagalan, sejauh ini rejim penguasa mampu memberikan jawaban yang masuk akal. Nampaknya gerakan mahasiswa 98 menjadi inspirasi demo-demo yang akan dilakukan ke depan untuk menurunkan rejim penguasa. Tetapi gerakan tersebut akan kehilangan substansi karena kondisi riil dua era berbeda tersebut memang benar-benar berbeda. Sebagai contoh, saat Presiden Suharto lengser, rupiah terhadap dolar AS berubah dari 3000an menjadi 10ribuan bahkan sempat nyundul 15ribu, diiringi banyak perusahaan ambruk. Saat ini, Rupiah “hanya” bergerak dari 13an ribu menuju 14an ribu walau sempat menyentuh 15ribuan, tanpa terdengar keluhan runtuhnya perusahaan2 besar.
Isu Inus akan dimainkan secara simultan oleh semua jejari penantang tanpa peduli celah keretakan public akan semakin massif dan lebar. Inus hampir diidentikkan dengan mayoritas NU, setidaknya suara lantang pembelaan berasal dari tokoh-tokoh NU. Saat ini hampir bisa dikatakan NU dan pemerintah adalah satu pihak, sementara PKS yang menggaungkan diri sebagai partai islam berada dipihak berbeda. Secara organisasi, Muhammadiyah netral, tetapi mayoritas kader muda organisasi dengan konsep Islam berkamajuan ini cenderung berseberangan dengan pemerintah, meskipun sikap tersebut sering ditunjukkan dengan simbolik. Semoga gerak para senior di organisasi Muhammadiyah mampu menyeimbangkan kompetisi politik sehingga Muhammadiyah tidak terkooptasi salah satu arus politik sebagai mana mayoritas kader mudanya. Saat ini diperlukan perekat yang nyata bagi bangsa ini.
Kedua pihak yang bersaing politik ini akan mengidentifikasi lawannya masing-masing dan tidak akan melupakannya dalam jangka panjang walau nanti pilpres berakhir. Persaingan tersebut akan berlanjut terhadap akses kehidupan public berikutnya bahkan diwariskan. Prinsipnya sederhana, ente melakukan apa, maka itu yang ente dapet. Itu mengerikan, dan itulah hasil kerja politisi kita, semoga tidak terjadi. Jika kecemasan itu tidak terjadi, maka bangsa ini naik ke jenjang kedewasaan yang lebih matang. Semoga.
Saat ini Presiden Jokowi masih terlihat sabar tanpa mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus menanggapi situasi. Gerak lawan masih dianggap wajar sebagai konsekuensi tahun politik. Tapi siapa yang dapat menjamin, semangat trilogy pembangunan era pak harto tidak diterapkan jika geliat competitor dengan tarian jemari-jemarinya semakin semakin kuat. Trilogi; stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan. Tak ada pemerataan pembangunan tanpa pertumbuhan ekonomi Negara. Tak ada pertumbuhan ekonomi tanpa stabilitas politik. Tak ada stabilitas politik jika demo-demo marak terjadi karena itu hanya mengganggu orang bekerja dan menghabiskan sumber daya/anggaran pengawasan dan keamanan. Demo-demo yang mengganggu ketenangan public akan dicap sebagai kebebasan yang tidak bertanggungjawab. Di era pak Harto, stabilitas ini dilakukan dengan mengaktifkan koramil-koramil untuk membina setiap desa. Semoga rejim saat ini tidak mengadopsi gaya trilogy pembangunannya Pak Harto untuk membungkam rakyat. Saya pribadi setuju, kebebasan itu harus bertanggungjawab; jika mengganggu pembangunan, kebebasan harus didefinisikan ulang. Tetapi jika situasi memaksa, saya termasuk yang ikhlas trilogy pembangunan Pak Harto diterapkan kembali.
Congratulations @manoegra! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!
Congratulations @manoegra! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!