Pemimpin
Disarikan dari tausiah Abu Paloh Gadeng
Taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul, dan ulil amr antara kamu (QS Al-Nisa' [4]: 59)
DALAM Islam seorang pemimpin memiliki dua tugas pokok, yaitu hirasatuddin wa siyasatud dunya (memelihara agama dan mengatur urusan-urusan umum). Dalam hal memelihara agama, pemimpin berkewajiban menetapkan hukum-hukum yang menjamin terjaganya agama dari pengrusakan, penghinaan, penyesatan dan tindakan-tindakan lain yang bertentangan dengan aqidah Islamiah.
Demikian juga halnya dalam konteks mengatur urusan-urusan publik, selalu harus terkait dengan kemaslahatan ummat (tasharruful imam `alal ra'yah manuthun bil maslahah). Itulah salah satu kaedah penting dalam pembentukan kebijakan umum bagi seorang pemimpin dan menjadi salah satu prinsip penting dalam pengelolaan kekuasaan politik.
Kekuasaan politik merupakan anugerah Allah SWT kepada manusia sebagai sebuah perjanjian. Ikatan perjanjian ini terjalin antara penguasa dengan Allah di satu pihak dan dengan masyarakat di pihak lain.
Allah memerintahkan kita untuk taat kepada Allah, Rasul dan pemimpin (ulil amr). Seperti yang tersebut dalam firmanNya: Taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul, dan ulil amr antara kamu (QS Al-Nisa' [4]: 59).
Perlu diperhatikan bahwa redaksi ayat di atas menggandengkan kata "taat" kepada Allah dan Rasul, tetapi meniadakan kata itu pada ulil amr.
Menurut kalangan muffasirin, tidak disebutkannya kata "taat" pada ulil amr untuk memberi isyarat bahwa ketaatan kepada mereka tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul, dalam arti bila perintahnya bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka. Dalam hal ini dikenal kaidah yang sangat populer yaitu:
"Tidak dibenarkan adanya ketaatan kepada seorang makhluk dalam kemaksiatan kepada Khaliq (Allah)."
Ketaatan kepada pemimpin tidak bisa dilakukan kalau pemimpin tersebut menerbitkan aturan-aturan yang dengan aturan tersebut memunculkan ancaman terhadap agama. Tetapi di sisi lain, apabila perintah ulul amri tidak mengakibatkan kemaksiatan, maka ia wajib ditaati, walaupun perintah tersebut tidak disetujui oleh yang diperintah.
Seorang Muslim wajib memperkenankan dan taat menyangkut apa saja (yang diperintahkan ulul amr), suka atau tidak suka, kecuali bila ia diperintahkan berbuat maksiat, maka ketika itu tidak boleh memperkenankan, tidak juga taat. Kalau kebijakan pemimpin salah, maka kita berkewajiban meluruskan pemimpin tersebut. Karena Nabi SAW bersabda bahwa agama adalah nasihat untuk para pemimpin dan khalayak. Wallahu`alam.
We recommended this post here.
Pos menarik sangat bermanfaat