Kegagalan bukanlah sebuah pilihan, jika kita gigih
Saat ini harga Steem sedang menukik tajam, maka sejak awal Agustus saya memutuskan semua reward yang saya peroleh saya alihkan ke Steem Power saja. Dengan demikian setidaknya saya bisa mendongkrak sedikit SP saya.
Beberapa teman menertawakan saya, mereka berkata “kamu menghabiskan waktu untuk sesuatu yang sia-sia tanpa memperoleh pembayaran.”
Tidak ada yang instan di dunia ini selain makanan cepat saji semacam ikan kaleng, mi instan atau bacaleg. Saya tahu perkataan semacam itu hanyalah kelakar dalam keakraban, lantas saya menjawab: “Kalian sih tidak tahu dimana enaknya bekerja tanpa mendapatkan uang.”
Kalau kita melakukan sesuatu dengan iming-iming uang, justru biasanya bukanlah uang yang kita dapat. Jika kita melakukan sesuatu sebagai hobi; bersang-senang, biasanya, walau telat uang akan menyusul dengan sendirinya walau tidak banyak. Sifat manusia selain pelupa juga memilik rasa pamrih. Misalnya berbuat baik dengan imbalan pahala dan surga, enggan berbuat buruk karena takut dosa atau neraka.
Semoga tahun depan pada lima hal itu, saya bisa mendapatkan sedikit keberuntungan, setidaknya pada satu hal. "Kegagalan bukanlah sebuah pilihan, jika kita gigih," kutipan ini saya dapati dari buku autobiografi Meutia Hafizd, buku ini ia tulis setelah ia bebas dari penyanderaan di Irak. Saya menyukai kalimat ini.
Bagi orang-orang yang percaya tentang reinkarnasi, nampaknya pikiran mereka terarah kepada: bahwa Sukarno adalah reinkarnasi dari Gajah Mada. Saya adalah orang yang menaruh perhatian lebih pada konsep reinkarnasi, walau tidak yakin bahwa Sukarno adalah Gajah Mada. Mungkin saja tentang mempercayai kelahiran kembali; reinkarnasi, di dalam Islam adalah hal yang dianggap menyesatkan. Sekitar 3 tahun yang lalu saya mendapati kata "reinkarnasi" dalam novel Paulo Coelho, judulnya Alpeh. Walau pun banyak penikmat sastra berkesimpulan karya Coelho itu kandungan sastranya rendah, tapi quotes-quotes sangat memukau. Rasa kepenasaran saya membawa saya kepada Bhagavat Gita(nyanyian Jiwa), lalu kepada serat Jawa, syair-syair sufi dan Khalil Gibran. Penyair asal Libanon itu, ia ahli sastra Arab, fasih berbahasa Perancis dan menulis dalam bahasa Inggris, menjelang Tahun-tahun terkahir kehidupannya, Khalil nampak frustasi, semacam memikirkan sesuatu yang ia sukar pahami yang menyebabkannya betah mengurung diri di dalam apartemennya sambil menikmati minuman beralkohol. Sebelum mati ia sempat menulis sebuah syair, kira-kira seperti ini bunyinya: Aku ingin tidur di atas angin sejenak, kemudian seorang perempuan lainnya akan mengandungku.