Travel With Me #20; Tiga Hari di Medan, Bagaimana Rasanya?
Setelah satu semester mengajar, guru-guru akhirnya berliburan jua. Sukma Bangsa Pidie menghadiahkan liburan ke Medan bagi para guru dan keluarga dengan harga yang murah, yaitu limaratus ribu rupiah. Awalnya saya di saf depan yang memprotes dalam grup kecil, kenapa harus Medan? Kenapa tidak lebih dekat, tapi karena bajunya disediakan, saya rencana hanya membeli seragam liburan itu, tapi ternyata tak bisa beli baju saja, harus ikut, maka saya ikut.
Sebenarnya malas pergi ke tempat yang sudah pernah saya pergi tapi ini beda pasukan dan tentu saja tempat yang dibisniskan itu selalu berubah-ubah, ini kali ke tiga saya ke kota ketiga terbesar di Indonesia, saya tidur disepanjang perjalanan. Setiba di Medan kami disambut dengan banyak anak sekolahan yang ber-rok pendek, rupanya di sini tidak berlaku syariat Islam. Rok pendek ini menjalar sampai ke mall dan pusat perbelanjaan.
Tapi bukan itu pembahasannya. Liburan bersama sesuatu yang penting untuk menjalin keakraban. Kita mengukur seseorang dengan tiga hal, dua yang saya ingat. Pertama pinjamlah uangnya dan pergilah jauh dengannya. Saya meminjam uang pak Ukis dan membeli buku. Karena baju dan tas mahal sekali harganya.
Kami ke Mikie Fundland hari pertama, perjalanan yang cukup jauh di hari Jumat yang mulia. Akhirnya saya bisa melihat gunung Sinabung dan Sibayak. Saya terpana melihat Sinabung yang terus mengeluarkan asap, rupanya Medan yang dulu saya bayangkan adalah kota besar yang banyak mal dan ramai, seperti itulah di sini, di tengah hutan nun jauh ini, ada Funland dan resto juga.
Kami ke sini diwajibkan naik wahana permainan, seperti roller coster dan tempat bermain yang di rancang khusus untuk menikmati liburan ini. Pertama Mikie saja yang berholiday di sini, tapi karena sangat menarik wahananya dan bisa dinikmati ribuan orang, jadi orang bernama lain juga sudah bisa berakhir pekan ke sini. Saya membayangkan dan mengatakan kenapa tidak dibuat di Tangse satu tempat seperti ini, padahal suasananya sudah cocok, menikmati bukit barisan dengan menaiki roler koster.
Kemalaman harinya, walaupun sudah jam 10 malam pulang, saya, Oki dan Akmal tega melanjutkan dengan menonton film. Karena you know, mau menonton di Aceh, tak bisa.
Karena sering merugikan pihak perfileman Hollywood dengan mendownload, saya kali ini menambah penghasilan mereka dengan menonton langsung di bioskop. Karena tengah malam, taka da lagi yang 3D jadi menonton yang biasa saja.
Paginya kami ke Rahmat Mesium, ayahnya Reza Rahardian ini punya ribuan koleksi binatang yang diawetkan dari seluruh dunia. Beberapa diantaranya sudah sangat langka, seperti badak dll. Semuanya mati dan sudah terkena air keras, Cuma ikan yang di akuarium yang hidup.
Saya kira dimatikan karena tak sanggup di rawat, ada beruang kutub dan beruang lainnya yang makannya banyak dan suhu yang harus diatur pertahunnya, dan unggas disatukan dengan harimau dan buaya, maka akan jadi pesta makan.
Ada juga koleksi serangga, ikan –tak ada ikan paus dan hiu tapi. Hanya buaya, moose dan sekeluarga bison dari berbagai negara yang besar-besar. Ada juga jerapah, ular dan lain-lain.
Perjalanan dilanjutkan ke Istana Maimun, tapi Maimunnya tak ada dalam istana. Lalu setelah belanja kami pulang ke Aceh.
Dari Gudang Kurnia, Edy Rahmayadi Melaporkan