Ruang Publik Digital dan Ide Mewujudkan Indonesia yang Melankolis dan Romantis!
Setiap lima tahun sekali, warga negara Indonesia disambut dengan gegap gempita demokrasi. Mulai dari Pilpres (Pemilihan Presiden), Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) dan Pemilu untuk memilih anggota legislatif dari tingkat Kota/Kabupaten, Provinsi hingga Nasional.
Tiap kali momen itu datang, kita selalu disuguhi dengan program, visi-misi dan berbagai slogan. Misalnya mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur, kesejahteraan rakyat dan lain sebagainya. (tapi sejauh mana ya para politisi ini memperjuangkan nasib para tuna asmara yang didominasi kaum muda? Haha)
Kata Bang Rhoma, "darah muda, darahnya para remaja". Tak heran misalnya anak muda identik dengan kegiatan yang melibatkan kadar adrenalin tinggi. Tanpa disalurkan sesuai dengan tempatnya, anak muda bisa anarkis. Misalnya tawuran antar SMA atau universitas.
Anak muda hari ini lumayan melek politik. Melek politik anak muda zaman now dituangkan melalui diskusi dan debat di sosial media. Perlu diketahui bahwa sosial media adalah ruang publik digital; sebuah ruang publik baru yang dahulu bentuknya adalah warung kopi atau sejenisnya (tempat berkumpul dan berinteraksi antar individu), yang menjadi tempat bertukar ide dan pikiran dan pembentukan opini publik terhadap politik. Hari ini peran ruang publik yang lebih menonjol berada di dunia maya.
Lalu apa yang buruk dari itu? Tidak ada yang perlu diresahkan. Itulah kenyataan demokrasi yang perlu dipahami, bahwa:
- Anda tidak akan menemukan pendapat orang yang selalu sama dengan anda
- Tidak ada suatu hal yang tak lepas dari kritik
- Individu tidak menjadi bodoh, tolol dan dungu ketika ia berbeda pendapat dari anda atau dari mayoritas
- Perbedaan pendapat adalah keniscayaan
- Pendapat yang didebat dan dikritik bisa jadi ditolak dan bisa jadi diterima hingga lahirnya konsensus (kesepakatan)
- Ruang publik adalah ruang dimana suatu gagasan diperbincangkan hingga diterima untuk kemudian dijadikan kebijakan pemerintah atau diusulkan menjadi kebijakan
- Ruang publik adalah tempat dimana sebuah kebijakan pemerintah dievaluasi: berhasil atau tidak, dari sini reaksi masyarakat selaku pemegang kedaulatan akan menjadi acuan pemerintah untuk melanjutkan atau menghapus atau memodifikasi sebuah kebijakan
Yang tidak masuk akal dari perbincangan politik di ruang publik adalah perbincangan yang tidak rasional. Artinya pembicaraan tidak merujuk pada kaidah akal, perbincangan jadi tidak berbobot ketika hanya mengedepankan sentimen fanatisme terhadap tokoh atau kelompok. Ketimbang memberi argumen rasional, ejekan dan bully lebih dikedepankan. Ini mungkin kebiasaan di SD dan SMP yang terbawa ke dunia orang dewasa.
Kalau Aku Jadi Caleg
Kalau aku jadi caleg, mungkin aku akan memperjuangkan Indonesia yang melankolis dan romantis. Indonesia yang penuh cinta. Kenapa? Kurasa cinta adalah ruh dari kehidupan yang menumbuhkan kepedulian terhadap sesama. Jika kepedulian tumbuh, tiap orang ingin membantu sesama, ingin menolong sesama. Kepedulian akan mengikis sifat pelit dan serakah. Jika sikap ini yang kita perjuangkan, mungkin akan mudah untuk tercapainya kesejahteraan.
Lalu kenapa harus melankolis? Melankolis tak selamanya cupu. Melankolis atau mellow adalah keadaan psikologis yang menitikberatkan pada rasa. Rasa letaknya di hati. Rasa atau perasaan adalah poin penting yang membuat manusia dapat dikatakan manusia. Tak heran ada produk yang motto iklan produknya berbunyi: karena rasa adalah segalanya. Hahaha.
Agresifitas manusia juga mungkin diakibatkan ketiadaan cinta. Yang lebih parah adalah ketiadaan yang dicinta. Jika setiap manusia punya cinta dan yang dicinta, mungkin Indonesia akan jaya!
Hai, hello @sabjabal! Telah kami upvote ya..
Salam Kenal. Oh y saya sagat suka blog @sabjabal. Yangan lupa follow me @yasir123. Ya
jgn lupa.vote saya
Voted, ramai yang baca tapi tidak divote. Disitu kadang kita merasa lemah.
Ramai yg baca kalau di share kemana-mana. Non-steemian pun bisa baca. Nasibb Nasiib...hahaha
Hahahha.. Tapi, kadang disitu juga ada kepuasan tersendiri. Ide2 kita sampai kepada oranglain. Bukankah itu salah satu tujuan utama memproduksi dan distribusi sebuah tulisan..? 😉