Makna Dan peran Bahasa Aceh
Kembali lagi saya akan mereview tentang makna Dan peran bahasa Aceh.. Karya pak kamaruzzaman Bustaman Ahmad.
Penggunaan bahasa Aceh didalam ruang publik tidak menjadi hal Yang cukup penting. Bahasa Aceh ini tidak lagi digunakan dalam kegiatan formal. Sehingga wujud bahasa Aceh lebih digunakan dalam kegiatan formal. Sehinga wujud bahasa Aceh lebih menjadi sebagai bahasa rakyat, ketimbang bahasa resmi protokoler. Karena itu, karena telah menjadi bahasa rakyat maka kekuatan dayat tawar bahasa ini pun tidak memiliki dampak atau pengaruh Yang cukup besar dalam tatanan berpikir orang Aceh pada era modern.
Dengan demikian, bahasa Aceh berada kondisi Yang amat memperhatinkan. Nasib bahasa Aceh hampir sama dengan nasib bahasa melayu di singapura, bahasa resmi Yang kerap di dengarkan adalah bahasa Ingrid, sementara bahasa cina menjadi begitu fominan, hal ini dikarenakan singapura merupakan negara lecil Yang dikuasai cina Yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar.
Kutha Rathna menyebutkan dalam antropologi sastra halaman 831
Bahasa Dan kebudayaan dengan demikian jelas berkaitan erat, tumpang tindih Dan saling mempengaruhi, sebagai warisan biologis maka dapat diduga bahwa usia Dan bahasa Dan kebudayaan sama dengan usia manusia, sebagi usia spesies. Tetapi tidak dapat dipastikan bahwa Yang lebih tua adalah bahasa sebab atas dasar bahasalah dibentuk kebudayaan Dan peradaban sarana utama untuk melahirkan kebudayaan adalah bahasa.
Fungsi bahasa yaitu bahasa sebagai media untuk memberikan makna dari sekian tanda atau signs. Jadi, bahasa Yang telah menawarkan konsep konsep juga tidak bisa dipahami, sebelum dijelaskan makna terutama tanda tanda Yang memiliki damapak pengetahuan bagi suatu masyarakat atau peradaban manusia. Dalam hal ini, tahap ini mengandaikan suatu pemenuhan pemahaman bagi masyarakat atau target dalam berkomunikasi.
Bahasa Aceh bukanlah bahasa nasional ataupun internasional. Namun aceh pernah menjadi pusat peradaban Yang paling besar di Asia tenggara, yaitu pada abad ke 17. Walaupun saat itu bahasa Yang digunakan adalah melayu pasai, namun keberadaan bahasa Aceh telah menciptakan suatu kebudayaan tersendiri bagi masyarkat Aceh. Karena itu, ketika bahasa Aceh tidak lagi menjadi hal Yang pending dalam kehidupan masyarakatnya, maka dapat dipastikan bahwa kebudayaan Aceh juga sirna, tidak untuk mengatakan bahwa peradaban Aceh memang juga akan ikut menghilang.
Pusat pemahaman para peneliti di dalam memahami cara pandang suatu masyarakat adalah terletak bahasa Yang berisi simbol Dan memiliki makna. Dengan kata lain, para peneliti ingin mengenali jati diri suatu bangsa, make terlebih dahulu mereka bagaimana konsep konsep Yang ditawarkan di dalam bahasa mereka sehari hari. Jika komunitas tersebut tidak lagi menggunakan bahasa ibu mereka, maka dapat dikatakan bahwa mereka juga Sudan kehilangan jati diri tidak mungkin untuk mencari cara berpikir Yang paling otentik dari masyarakat tersebut.
Uraian demi uraian mengenai kedudukan sentrak bahasa di dalam peradaban Besar dunia sangat signifikan. Dalam hal ini, kajian di atas menggambarkan bahwa fondasi kebudayaan Dan peradaban adalah bahasa. Maka dapat dibayangkan bagaimana nasib suatu kebudayaan Dan peradaban, jika mereka tidak lagi mempergunakan bahasa mereka, baik secara formal maupun informal.
Bahasa Aceh telah menjadi salah satu aset Yang sang at menentukan dalam pembinaan masyarakat, melakukan berbagai kajian mengenai bahasa Aceh. Kajian tentang bahasa Aceh memang belum begitu membumi di Aceh. Walaupun para serjana, baik nasional ataupun international, telah memulai mengkaji tentang bahasa Aceh Akan tetapi ditingkat akar rumput. Kajian tentang bahasa Aceh masih dalam posisi memperhatinkan. Membuk dialaog kebudayaan untuk memperhadapkan kekuatan filosofis bahasa Aceh dengan bahasa bahasa lain didunia ini. Dialog kebudayaan sangat diperlukan di Aceh, Karena melalui kegiatan tersebut Akan didapatkan hasil hasil Yang dapat membangun kembali kebudayaan Aceh, tidak terkecuali dalam bidang bahasa.
Tentu saja harapan diatas merupakan suatu agenda masa depan Yang amst berliku. Ini disebabkan posisi kebudayaan Aceh, tidak lagi pada dataran substantif melainkan Sudah berada pada dataran simbolik. Namun begitu tidak ada upaya untuk menjelaskan aspek simbolisme budaya Aceh pada grnerasi muda dengan cara gaya berpikir mereka.
Keren👏👏
Tetap semangat lahirkan posting menarik ya👍👍
Trimakasih @denysatika