Mie Aceh: Dari Asing, Pribumi, Hingga Brand Nasional
Satu anugerah hidup di bumi Aceh ialah dapat dengan mudah menikmati kulinernya yang lezat dan terkenal kaya akan bumbu-bumbu giling. Mulai dari pliek U, gulai Aceh hingga Mie Aceh sangat mudah dijumpai di warung-warung makan. Khusus Mie Aceh bahkan dapat dijumpai dalam tiap 100 meter kita melangkah di bumi Aceh.
http://rumohmieaceh.blogspot.co.id/2015/05/sejarah-mie-aceh.html
Penulis tidak berlebihan mengatakan demikian, karena menu satu ini tersedia mulai dari warung pinggir jalan yang hanya memiliki 4 bangku dan satu meja makan, hingga restoran 3 tingkat dengan ratusan kursi dan puluhan meja makan. Mulai dari pembuatnya emak-emak yang memasak sambil mengawasi anaknya bermain dijalanan, hingga satu group juru masak yang terorganisir dengan baik di ruang dapur.
Mie Aceh bahkan telah menjadi kuliner endemik yang khas milik rakyat Aceh. Maka tidak mengherankan kata Aceh disematkan setelah kata Mie. Hal ini sebagai penegasan kuliner ini tidak dapat ditafsir-tafsir lagi milik rakyat mana. Pembahasan tersebut telah ditutup rapat.
Namun, mengingat-ngingat sejarah kelahiran Mie Aceh nyatanya kuliner ini tidaklah benar-benar dilahirkan di bumi Aceh. Ia dibawa lari oleh perantaun yang berasal dari wilayah yang sangat jauh, bahkan untuk ukuran manusia modern Aceh saat ini.
Dalam sebuah artikel yang di publish di kyotoreview.org, Asvi Warman Adam mengatakan kalau seluruh jenis mie yang ada di Indonesia saat ini berasal dari Tiongkok, begitu pun dengan Mie Aceh. Mobilitas perdagangan dan diplomasi antara kerajaan yang ada di negeri Tiongkok dan Nusantara telah menyebabkan adanya perpindahan budaya yang terjadi, begitu pun terhadap kuliner.
Berbicara mengenai bumbu pun, kuliner ini tidaklah seoriginal yang dipikirkan. Bumbu-bumbu yang terdapat dalam sepiring Mie Aceh mengambil referensi bumbu masakan yang digunakan manusia India. Seperti yang diketahui, selain manusia Tiongkok, manusia India pula telah menjadi kawan main manusia Aceh sejak lama kala. Bahkan sebelum kedatangan manusia Arab-Islam. Maka tidak heran kalau selera lidah manusia Aceh juga sedikit banyak mengikuti selera lidah manusia India.
Oman Reagan memberi penjelasan sederhana mengenai proses perubahan identitas kuliner-kuliner asal Tionghoa di Indonesia. Reagan melihat selama pemerintahan Orde Baru yang sangat getol dengan identitas Nasionalisme nya, produk-produk kuliner asli milik Tiongkok di nasionalisasikan. Proses nasionalisasi kuliner ini Reagan sebut sebagai upaya penghapusan memori kolektif yang dilakukan Orde Baru. Hal ini sangat wajar mengingat tingkat sentimen tinggi Orde Baru terhadap Tiongkok. Meski masih diragukan jika melihat sisi usia keberadaan kuliner ini di Aceh, sepertinya Mie Aceh juga mengalami proses serupa.
Lebih lanjut dalam kasus Mie Aceh, proses nasionalisasi tersebut lebih khusus lagi menjadi proyek lokalisasi kuliner. Seperti yang telah disebutkan penambahan kata Aceh merupakan penanda identitas kuliner ini. Tidak hanya pada nama, bumbu-bumbu yang digunakan pun dispesifikasikan menjadi bumbu mie aceh. Meskipun metode dan jenis-jenis rempah yang digunakan beragam dan tidak benar-benar asli milik manusia Aceh, tetapi spesifikasi yang dilakukan telah menggiring sebuah definisi baru mengenai bumbu khas daerah Aceh.
Melalui proses-proses tersebut kini Mie Aceh menjelma sebagai satu diantara kuliner identik Aceh. Ia tidak hanya menampilkan bagaimana budaya lidah Aceh, namun juga sebuah kegemilangan peradaban Aceh. Maka tidak heran kalau Mie Aceh pada saat ini pula memiliki pengertian sebagai makanan pribumi. Pengertian yang ingin menyatakan bahwa kini kuliner tersebut tidak dapat lagi menjadi bagian dari budaya Tionghoa ataupun India.
Kini Mie Aceh memasuki tahapan baru dengan mulai masuknya ia dalam deretan makanan produk kapitalis kuliner. Mie Aceh kini mulai menjadi bagian cita rasa produk salah satu perusahaan makanan besar di Indonesia. Sistem produksi dan model penyajian yang identik dengan budaya industri telah membuat kuliner ini tidak dapat diklaim sebagai produk lokal lagi. Ia telah menjadi produk pasar kapitalis.
https://suzuya.idmie-instan/75114-indomie-mie-grg-aceh-90gr-pcs-089686043204.html
Sebagai penikmat utama kuliner ini, penulis melihat sisi baik dari kapitalisasi Mie Aceh dengan semakin mudahnya menikmati kuliner ini meski kita berada di ujung timur Indonesia sekalipun. Meski tetap kecewa dengan bumbu dan hilangnya olahan mie kuning yang menjadi khas utama kuliner ini.