Follow @waktar.aceh | Aktivis Kemanusiaan, Pejuang Perdamaian dan Demokrasi Aceh

in #introduceyourself7 years ago (edited)

Anggota delegasi sipil dalam perundingan di Jenewa, Swiss tahun 2002 atas undangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang difasilitasi Lembaga Henry Dunant Centre (HDC).

image

Agustus 2003, melalui Lembaga Initiative for International Dialog, Davao City, Philippine, menjadi peneliti dan pemantau pelaksanaan kesepakatan damai antara Pemerintah Filipina dan Moro Islamic Liberation Front (MILF).

Pada November 2017, dipercayakan sebagai anggota delegasi dari Aceh untuk mengikuti Conference of the Parties (COP 23) Fiji, yang diselenggarakan di Kota Bonn, Jerman.

**

NAMA lengkap Tarmizi, MSi. Tapi lebih familiar memanggilnya Waktar. Nama ini lebih dikenal di berbagai kalangan di Aceh, terutama politisi dan kawan pergerakan.

image
Jamuan makan bersama dengan Wali Nanggroe Aceh, Hasan Tiro di sela perundingan damai di Jenewa, tahun 2002.


Waktar pemuda sederhana yang dilahirkan pada 24 Agustus 1974. Masa kecil dihabiskan separuh hidupnya di Aceh Besar dan Kota Banda Aceh, termasuk menamatkan pendidikan dasar dan menangah atas.

Lalu, Waktar remaja melanjutkan pendidikan di IAIN Ar-Raniry yang sekarang berganti nama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Banda Aceh. Saat menjadi mahasiswa, sikap dan jiwa perlawanan sudah terlihat.

Hingga kemudian, bersama rekannya yang lain turut serta menjadi bagian dari gerakan mahasiswa 98 untuk menjatuhkan kepemimpinan presiden Soeharto yang otoriter dan diktator.

Bukan hanya itu, keberaniannya juga terlihat saat melakukan berbagai aksi demontrasi meminta agar Operasi Jaring Merah di Aceh dihentikan.

Bahkan, dengan berbagai cara dia ditempuh, termasuk melakukan mogok makan selama 21 hari di Gedung FKIP lama Universitas Syiah Kuala (Unsyiah).

Tuntutannya jelas, Daerah Operasi Militer (DOM) dicabut, lalu pemerintah diminta untuk melakukan investigasi guna mengungkap berbagai tragedi kemanusiaan dan kekerasan yang terjadi terhadap rakyat Aceh.

Berani, mogok makan tersebut terhenti setelah jarum infus menusuk tangannya, akibat kekurangan cairan dalam tubuh. Tapi, aksi nekad itu dilakukan demi sebuah tuntutan kebenaran dan hak asasi manusia.

Setelah reformasi 98, kemudian Waktar juga dipercayakan sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMuR) pada periode 1999-2001 yang menggantikan Agus Wandi.

image

Dalam pandangan radikal, SMuR menjadi satu-satunya organisasi gerakan mahasiswa yang melakukan perlawanan; Bahwa demokrasi akan tegak bila militerisme dapat ditumbangkan.

Kemudian, pasca reformasi 98, Waktar juga menjadi bagian dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAs) Aceh, sebagai Koordinator Investigasi hingga Maret 1999.

Dalam situasi Aceh masih konflik, Waktar bertanggungjawab untuk penyelidikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di wilayah Kabupaten Pidie, Bireun, Aceh Utara dan Aceh Timur.

Setelah bergulat dengan aktivitas lapangan yang penuh resiko dan tantangan, pada tahun 1999-2002, Waktar kembali menyetujui tawaran sebagai Community Organizer Coordinator di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh.

image
Bersama Rektor Unsyiah, Prof Samsul Rizal, selepas melakukan diskusi kebangsaan


Pada posisi ini, dia harus memfasilitasi berbagai kelompok masyarakat korban untuk tujuan advokasi dan kampanye. Selain memberikan pendidikan dasar tentang Hak Asasi Manusia dan hukum.

Termasuk pembentukan pemantauan jaringan masyarakat terhadap pelanggaran hak asasi dan melakukan pengorganisiran berbagai pelatihan kemanusiaan hingga ke level desa dan kecamatan.

Akhir Desember 2003, melalui Research and Education for Peace (REP) University Sains Malaysia, Penang, Waktar turut memfasilitasi siswa yang melakukan penelitian tentang proses konflik dan perdamaian Aceh.

Di negeri seberang, dia juga mempromosikan proses perdamaian untuk Aceh, dan meminta Darurat Militer (DM) segera dihentikan di berbagai forum dan konferensi tingkat regional dan internasional.

Bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal, juga dengan berani mengadvokasi hak pengungsi dan pencari suaka di Malaysia, dengan berkalaborasi dengan UNHCR.

image

Pasca bencana tsunami 26 Desember 2004, konflik politik Aceh terhenti setelah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia sepakat berdamai pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia.

Waktar kembali ke Aceh setelah berada dalam pengasingan. Pada Agustus 2005, di lembaga yang sama, Waktar kembali menjabat sebagai Programmer Office dalam bidang Ekonomi Sosial dan Budaya (EKOSOB).

Pada posisi tersebut, kegiatan yang dilakukan tentu sangat banyak. Salah satunya adalah, merancang program Ekosob untuk tujuan advokasi hak atas tanah dan properti pasca bencana tsunami dan konflik.

Di samping harus melakukan road show guna mengorganisir beragam diskusi terkait draf rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang perlu dikonsultasikan dengan publik di semua kabupaten di Aceh.

Lalu, dalam situasi Aceh pasca konflik dan bencana tsunami, Waktar bergabung di lembaga IMPACT. Lembaga yang didirikan oleh kalangan fasilitator muda untuk mendukung pembangunan di akar rumput.

image

Selain lembaga Civil Society Resource Centre (Pusat Sumber Daya Masyarakat Sipil), IMPACT juga bertujuan menemukan solusi untuk memperbaiki fasilitator berkualitas dan kuantitas dalam memfasilitasi perencanaan pembangunan di berbagai sektor.

Pada posisi ini, Waktar bertugas memfasilitasi berbagai pelatihan dan lokakarya tentang resolusi konflik dan pengurangan resiko bencana. Hingga menjadi satu-satunya spesialis perencanaan pembangunan desa.

Dengan agenda dan kesibukannya yang padat, masih sempat mendirikan The Aceh Institute Foundation, dengan Akta Notaris No.1 Tanggal 28 Oktober 2003 di kantor Notaris Oriza Saphrina, SH

Yayasan ini dibentuk untuk kepentingan penelitian dan studi sosial. Selain itu, juga demi mendukung studi pembangunan dan memperkuat perdamaian di Aceh, serta terciptanya kebijakan berbasis riset.

image

Di sela ruang dan waktu yang terus berjalan, medio Desember 2006 hingga 2010, turut mendirikan Aceh Peoples Forum (APF) dan menjabat posisi sebagai Direktur Eksekutif.

Sebagai direktur APF, pekerjaan rumah yang paling berat adalah bagaimana mengkomunikasikan berbagai kelompok masyarakat dan organisasi tergabung dalam sebuah gerakan perubahan, baik rehabilitasi maupun rekonstruksi di semua kabupatan di Aceh.

Selain komunikasi tersebut, pola hubungan lain yang perlu dikembangkan adalah hubungan staf, dengan mendorong peningkatan pendidikan atau sumber daya mengenai fokus pekerjaan yang mendukung pelaksaaan program organisasi.

image

Di samping keuangan dan anggaran juga menjadi faktor dominan yang mesti diperhatikan. Dalam kontek ini, perlu bertanggungjawab dalam mengembangkan serta memelihara praktik keuangan yang baik.

Selebihnya bekerjasama dengan komite keuangan dalam menyusun anggaran, sehingga memungkinkan organisasi melaksanakan program sesuai dengan rumusan yang telah disepakati dengan baik.

Memang, hampir separuh hidupnya telah banyak dihabiskan untuk kepentingan perubahan masyarakat Aceh. Bahkan, berbagai organisasi telah menempa kedewasaan dan tanggungjawab sosialnya sebagai rakyat Aceh.

Sebut saja Ketua Forum Rakyat (FR), Koordinator Pusat Pengungsi Aceh di Malaysia, Board of Director People Crisis Centre (PCC) Aceh, Founder and Board of Director Children Media Centre (CMC) dan Center for Humanitarian and Social Empowerment (CHSE) Aceh.

Hingga kini, Waktar masih aktif dalam kegiatan politik dan aktivitas sosial kemanusiaan guna mewujudkan perubahan bagi masyarakat Aceh.

Karena pengalamannya, pemerintah Irwandi-Nova memberikan kepercayaan kepada Waktar untuk terlibat dalam tim penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh periode 2018-2022, bidang Ketahanan dan Kedaulatan Pangan.

image

Pada posisi tersebut, Waktar bersama dengan rekan yang lain seperti, Muslahuddin Daud, Dr. Herman Maulana, Dr. Joni, M.Sc, Dr. Fajri, Dr. Drh. Teuku Reza Ferazi, M.Sc dan Abdu Syakur, S.Pi.

Selain itu, dalam partai politik, dia juga dipercayakan sebagai Ketua Partai Nanggroe Aceh (PNA) Kota Banda Aceh. Di Dewan Pengurus Pusat (DPP) PNA, Waktar mengisi jabatan sebagai ketua l, membantu Ketua Umum, drh Irwandi Yusuf, yang juga Gubernur Aceh terpilih.

Kini tahun 2018, kehadiran akun steemit @waktar.aceh tentu memberikan kontribusi positif bagi pencerdasan publik, terutama berkaitan dengan kemanusiaan, hak asasi, perdamaian dan demokrasi. Selamat bergabung menjadi steemians. Semoga!

Source image: instagram @tarmizi.waktar

Sort:  

Bereh kana @waktar.aceh bak Steemit, kajuet ta mita donor laju

Hahaa. Pokok jih yang reman2 di Aceh tapeusapat bak steemit. Haha

Welcome to Steemit! Glad to see some new faces!

Welcome in to steemit family...

Waktar kupi

Nyam tugas droe neuh selanjutnya. Haha

This is very cool
Looks good live streaming follow me thanks i always give support to my followers
U can give me a feedback!  https://stееmit.com/@abupasi.alachy/tidak-teraturnya-dunia-kita-karna-tidak-teraturnya-ibadat-yang-kita-kerjakan Thank You!

welcome to the jungle waktar

Selamat bergabung ketua PNA Banda Aceh @waktar.aceh

Cuco wali kana sinoe, kajadeh diek harga sbd singeh. Hahahah

Abeh awak krak-krak ka neupakat gabong bak steemit. Luarbiasa cut bg.