Learning About Judgement And Sincerity : My Ramadhan In New York City

in #life7 years ago

I wrote about my Ramadhan in Sydney before, this time I would like to share about my Ramadhan in New York City. As we know New York is a very crowded city that offers a lot of tempting excitements. Twenty-four hours is not enough for this city, so many things to see and to to enjoy. For me, this city means a lot, so many things happened to me over there that have changed my life.

Saya sudah menulis tentang Ramadhan di kota Sydney dan sekarang saya mau bercerita tentang pengalaman Ramadhan saya di kota New York. Seperti yang kita tahu, kota ini sangat ramai dan menawarkan banyak kegiatan yang menggoda. Dua puluh empat jam sepertinya tidak cukup untuk kota ini, ada banyak yang bisa dilihat dan dinikmati. Bagi saya, kota ini berarti, ada banyak peristiwa yang terjadi dan mengubah hidup saya di sana.


Fifth Avenue, New York City. Source: https://www.marriott.com/hotel-info/nyces-courtyard-new-york-manhattan-fifth-avenue/experience-midtown-manhattan/ysmzqhk/home-page.mi

I remember the first time I went to New York was just to meet some friends and have fun. Opera, art, music, and books were my main interests, and I would not reject any invitations for any other amusements, such as party, shopping for camera and branded clothes. Yes, I was young and still immature at that time. I was not thinking that much and very snob. I had my own money, not from my parents, from my writing and working hard, so I thought I could spend it as much as I want. I do not regret anything, I think its part of my journey of life, at least I have experiences.

Saya ingat pertama kali ke kota new York adalah hanya untuk berjumpa teman-teman dan bersenang-senang. Opera, seni, musik, dan buku adalah yang membuat saya tertarik, dan saya tidak akan menolak juga kalau ada undangan untuk kesenangan lainnya, seperti pesta dan belanja kamera atau pakaian bermerek. Ya, saya masih sangat muda dan belum dewasa saat itu. Saya tidak berpikir panjanga dan sangat sombong. Saya punya uang sendiri, bukan pemberian orang tua, dari menulis dan kerja yang lain, jadi saya pikir saya boleh habiskan sesuka saya. Saya tidak menyesal, ini adalah bagian dari perjalanan hidup, paling tidak membuat saya punya pengalaman.


Islamic Cutural Center Mosque, New York. Source: http://bujangmasjid.blogspot.co.id/2011/03/masjid-islamic-cultural-center-icc-new.html

The second time, I was about to study photography. I was so sure that photography was the one that I will like and very good at. So, with confidence, I went to New York and visited recommended photography teacher, to be photographer. I remember I came a week before the fasting month, since afterward I spent times to walk around by myself to wait until break. I like to walk by myself and looking at people faces, behaviour, and listen to what they say. For me, people are beautiful.

Kedua kalinya, saya ceritanya mau belajar fotografi. Saya begitu yakin kalau fotografi adalah kegiatan yang akan saya suka dan bisa. Jadi dengan percaya diri, saya pergi ke New York dan berjumpa seorang guru fotografi yang direkomendasikan, untuk menjadi fseorang fotografer. Saya ingat, saya datang satu minggu sebelum puasa, karena setelah itu saya sering jalan-jalan sendirian untuk menunggu buka puasa. Saya suka jalan kaki sendirian, melihat wajah-wajah, perilaku, dan mendengarkan apa yang dibicarakan. Bagi saya, orang itu indah.

One day I got home with crazy idea. I wanted to know about my own assumptions and perceptions about other people. We tend to judge other people by its cover, right?! I wanted to proof that I was right, we believe too much with what we saw, and too easy to make any conclusions. So, I made a list about people faces, races, clothes, attitudes, and so on, together with my own perceptions and assumption about these kind of people. Then, the next day, I decided to walk again to find those people and found out about it.

Satu hari saya pulang dengan ide gila. Saya ingin tahu asumsi dan persepsi saya sendiri terhadap orang lain. Kita sering menilai orang hanya karena luarnya saja, kan? Saya ingin membuktikan kalau saya benar, kita terlalu yakin dengan apa yang kita lihat dan terlalu mudah kemudian mengambil kesimpulan. Jadi, saya membuat daftar wajah-wajah, ras, pakaian, perilaku, dan lain sebagainya, dan tentunya juga dengan persepsi dan asumsi saya sendiri tentang mereka. Keesokan harinya saya putuskan untuk berjalan lagi untuk menemukan orang-orang yang ada dalam daftar dan mencoba mencari tahu.

It took almost a month to search, almost the whole month of Ramadhan. I asked, talked, made friends, and or sure I spent a lot of times in the café. I forgot about camera and photography, I was very excited about this experiment. Until then I made my own conclusion, I was totally wrong about my own judgment, and I should never judge other people by its cover. It is too evil to judge others without never knowing for sure, while we know that we never know for sure because we can not read one's mind and heart, and know exactly what he has done for all his reasons. I thought that was the reasons as well why God reminded us not to judge other people, even from their pray.

Kurang lebih hampir satu bulan saya melakukan penelitian ini, hampir seluruh bulan hari di bulan Ramadhan kali itu. Saya bertanya, berbicara, berteman, dan pastinya menghabiskan banyak waktu di café. Saya sampai lupa dengan kamera dan fotografi, saya sangat senang dengan eksperimen ini. Sampai akhirnya saya membuat kesimpulan sendiri, saya sangat salah dengan penilaian saya, dan sudah seharusnya tidak pernah menilai orang berdasarkan sampulnya saja. Sangat jahat menilai orang lain tanpa tahu yang pasti, sementara kita tidak mampu membaca pikiran dan hati orang, tidak tahu juga apa yang sudah mereka lakukan dan alasannya. Saya pikir, itulah alasan kenapa Allah mengingatkan kita untuk tidak menilai orang lain, bahkan dari shalatnya.

I was very emotional at that time, I was drown in my own thought and imaginations which I really enjoy. I continue writing since then, and left my photography dreaming. I found out that I love writing and drawing more than photography, and I will continue doing researches for the rest of my life. It was such a bless that I got for Ramadhan.

Saya sangat emosional saat itu, larut dengan pikiran dan imajinasi sendiri yang sangat saya nikmati. Saya terus menulis sejak itu dan meninggalkan mimpi menjadi fotografer. Saya menemukan kalau saya lebih suka menulis dan gambar daripada fotografi, dan saya akan terus melakukan riset sepanjang hidup. Itu adalah berkah yang saya dapatkan dari Ramadhan saat itu.

The third time I came to New York was with some Indonesian friends from my campus and other campus. It was after we had a conference about International Relations in Harvard, Boston and we would like to enjoy our holidays after hectic months of studying. We came almost Ied, and we did not come on the right time. It was the worst winter ever in New York, the temperature was down to the limit, I guess. It was upnormal, for a few days we could not do anything. Anyway, when the Ied was come, we went we went to Islamic Cultural Center Mosque.

Yang ketiga kalinya saya datang ke New York bersama beberapa orang teman indonesia dari kampus saya dan kampus lain. Kami ke sana setelah menghadiri konferensi tentang Hubungan Internasional di Harvard, Boston dan kami ingin liburan setelah berbulan-bulan belajar terus. Kami datang menjelang Lebaran dan sungguh tidak pada waktu yang tepat. Waktu itu musim dingin terburuk yang pernah terjadi di sana, dan temperatur turun ke bawah banget. Tidak seperti biasanya, dan untuk beberapa hari kami tidak bisa ke mana-mana. Namun pada saat Lebaran tiba, kami pergi ke masjid Pusat Budaya Islam di sana.

It is still in my memory how I amazed with the situation at that time. A lot of police around the mosque, and all the guys who stand a long the way was shouting very loud, asked the women to enter the mosque first, as soon as possible. It was very crowded, if I did not see it myself, I will not believe that there are a lot of Moslems in New York City. I and my friend was lucky, we cleaned up before we go to the mosque and we were wearing full winter clothes, so we did not have to go to wash and changed with Mukena. Over there and I think in a lot of part in this world, we can pray with our clothes, as long as all are covered as it supposed to be.

Masih dalam ingatan bagaimana saya terpana dengan situasi pada saat itu. Ada banyak sekali polisi di seputar masjid, dan semua pria yang berdiri di sepanjang jalan berteriak sangat keras, meminta para perempuan untuk segera masuk ke dalam masjid, masuk terlebih dulu secepatnya. Suasana sangat ramai, dan kalau saya tidak menyaksikan sendiri, saya mungkin tidak akan percaya bahwa ada banyak pemeluk agama Islam di kota New York. Saya dan te,an saya beruntung, kami sudah wudhy sebelumnya dan memakan pakaian musim dingin lengkap, jadinya kami tidak perlu wudhu lagi dan mengganti pakai mukena. Di sana dan banyak belahan bumi lainnya, kita diperkenankan sembahyang dengan pakaian yang kita pakai, selama itu tertutup sesuai dengan aturan saja.

The mosque was so packed that made us difficult to move, we just followed the instruction and pray. After that, we left the mosque as soon as possible since there was still a lot of people waiting outhere to pray as well. They could not pray on the park, it was too cold and snowy. So at that time, this mosque did the Ied Al-Fitr pray for three times in a row. It was amazing, in Indonesia it never happened and I think there are too much unnecessary arguments about it. Over there, the leader took the risks to let it happened, since they could not stop people to pray in such difficult situation like that. I think, it was the most beautiful Ied Al-Fitr pray that I ever had in my life, I will never forget. I could see the excitement to pray, without new clothes, new shoes, new things, not even talking about the food that we can eat afterward. I was crying after that, really it was beautiful for me, sincerity is always beautiful to feel.


Winter in New York 1996. Source: https://weather.com/storms/winter/news/five-extreme-january-winter-storms-20130102#/1

Masjid itu sangat penuh sampai kami susah sekali bergerak, kami hanya ikuti instruksi dan sembahyang. Setelah itu, kami meninggalkan masjid sesegera mungkin karena masih banyak orang yang menunggu di luar untuk shalat juga. Mereka tidak bisa sembahyang di taman, terlalu dingin dan bersalju. Jadi pada saat itu, masjid itu menyelenggarakan shalat ied sebanyak tiga kali berturut-turut. Sangat luar biasa, di Indonesia tidak pernah terjadi dan saya pikir akan ada banyak argumentasi tidak perlu juga. Di New York, pemimpinnya mengambil resiko dan membiarkan itu terjadi karena mereka tidak bisa menghentikan orang untuk sembahyang walau dalam situasi sulit demikian. Saya pikir, itu adalah shalat Ied paling indah yang pernha saya rasakan dalam hidup saya, yang tidak akan saya lupakan. Saya bisa melihat keinginan untuk sembahyang, tanpa pakaian baru, tanpa sepatu baru, barang-barang baru, dan bahkan tanpa membicarakan apa yang akan dimakan setelah itu. Saya tidak kuasa meneteskan air mata, sangat indah sekali rasanya, ketulusan selalu indah dirasa.

I am grateful I can share about this. Nothing that I want, I just want all of this beautiful moments written for the memories that should never end. I hope one day, my childrens will read my writings and they could understand the reasons why we never have new clothes and everything nice to wear for Ied Al-Fitr. Ied Al-Fitr is a day to be free from those wordly, it is time to be free in modesty and sharing.

Saya beruntung bisa berbagi tentang hal ini. Tidak ada yang saya inginkan, saya hanya ingin semua kenangan indah ini ditulis sebagai kenangan yang tidak pernah hilang. Saya berharap, satu hari nanti, anak-anak dan keturunan saya bisa membaca tulisan ini dan mengerti mengapa kami tidak pernah menjadikan pakaian baru dan yang indah-indah sebagai prioritas dipakai untuk Idul Fitri. Idul Fitri adalah hari kebebasan dari duniawi, hari itu adalah hari untuk ingat bagaimana bisa bebas dengan segala kesederhanaan dan saling berbagi.

Bandung, 28 May 2018

Warm Regards – Salam Hangat Selalu,

Mariska Lubis

Sort:  

Ah, Teh. Your last paragraph made me speechless! I believe that your son and daughters will be very proud of you. They will be more proud of their mommy reading this articles, some day when they grown up.

Ah, aku padamu, Teh! Thanks for sharing.

Btw, yes. Di luar sana, sejauh kita (wanita) berpakaian menutup aurat, maka menghadap kiblat dan shalat langsung dilakoni tanpa harus bermukena. I did it mostly like that when I was abroad, too. Ga pake mukena, karena memang sudah tertutup aurat dan layak untuk bersujud kepada-Nya.

thanks kak! we all always want the best for our children, they are the future...

mungkin ini sebuah kenangan terindah, dan perjalanan yang sangat menyenangkan, juga ceritanya asik sekali, sukses selalu untuk mu @mariska.lubis

ya, banyak pelajaran berharga dari setiap perjalanan... dan terima kasih, sukses untuk semua.

Asyik banget perjalanan nya kak, @mariskalubis bisa jalan ke negara paman sam, melihat muslim mengunjungi masjid di newyork.

Saya suka tulisannya kak,. Hidup ini memang bukan sekedar untuk dipamerkan, orang kaya ada karena ada orang miskin. tuhan tidak menciptakan si kaya dan si miskin agar kita saling tolong-menolong. Dan tidak diciptakan suatu suku bangsa agar kita saling kenal-mengenal.

salam hangat buat kak @mariska.lubis

ya memang kita ini tercipta dengan segala perbedaan yang ada untuk bisa saling melengkapi...

Perlu mental keimanan yang kuat jika berpuasa dinegeri yang rata2 bukan mayoritas muslim. Salut buat kakak yang mampu menjaga puasanya. Miss you

ah, apa kabar dirimu? juli mampir yah ke Bieureun!

Alhamdulillah sehat kak... betul ni mau ke Aceh? Kalo betul akan disediaiin karpet merah, hehhe

Tulisan yang begitu bermakna

amin, terima kasih. semoga berguna dan bermanfaat.

Iya kak sama

Sepakat Teh @mariska.lubis
bukan baju yang menjadi prioritas saat idul fitri, tetapi kemenangan dari perjuangan kita menahan hawa nafsu, dan kesabaran.
Menjalani Ramadan jauh dari keluarga memang berkesan,

Keren kak , Menginspirasi saya untuk Investasi Kenangan Dengan Jalan-jalan keliling dunia , supaya nanti punya bahan cerita ke generasi berikutnya :)

Ya teh, pasti punya perasaan tersendiri, bisa pergi ke luar negeri.

pergi ke luar negeri perasaannya biasa saja, yang luar biasa adalah pengalaman dan pembelajaran yang didapat dari setiap perjalanan dan itu ke mana saja... ;)

Yang paling berharga pengalamannya ya teh😊😊

Kok terharu yaa bacanya😢

Kesederhanaan dan saling berbagi. Ini yang sering luput dari pemikiran masyarakat kita tentang lebaran. Yang ada baju baru dan petasan. Secara tersirat kita seperti pamer kepada yang tidak mampu.
Semoga kita tidak termasuk demikian