"Menggugat Kesadaran Diri"
Nikmat sesaat, kelak bisa jadi akan menimbulkan penyesalan yang begitu dalam dan harus menanggung derita yang begitu panjang. Susah payah nan sengsara menimpa, bisa jadi kelak engkau akan mensyukurinya.
Nasehat bijak hanya untuk didengar dan dibaca, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Kalimat indah tak lebih hanya sekedar nyanyian belaka yang tak perlu dipetik hikmahnya. Sebijak apapun nasehat yang diberi, tidak seberapa mengetuk pintu hati jikalau belum menimpa diri.
Dikala masalah menimpa dan tidak dapat lagi menghindar, kita pun menghibur diri dengan berujar; "kita ambil hikmahnya saja" seraya menghela nafas.
Haruskah baru menginsafi sesuatu tatkala diri berada pada titik tak berdaya? Tak bisakah kita mengambil petikan hikmah atas apa yang sudah berlaku pada orang lain? mestikah diri mengalaminya terlebih dahulu lalu baru muncul penyesalan dan kemudian sibuk mencari-cari dan menerka-nerka hikmah apa yang bisa di petik!
Ada orang yang menyesali perbuatannya, lantas ia bersegera menginsafi diri dan melupakannya, setelah lupa ia perbuat lagi, lalu menyesal lagi dan kembali menginsafi diri seraya melupakannya. Itu pun terus berulang-ulang hingga membentuk imunitas terhadap perasaan bersalah, alias tak lagi merasa bersalah. Jika orang sudah sampai pada fase tidak lagi merasa bersalah, nasehatpun akan dianggap sebagai sebuah penghinaan pada dirinya.
Bagaimana sesorang dapat berubah?
Menginsafi diri/ilham.
Orang yang tak lagi merasa bersalah bukan berarti ia tidak dapat membedakan antara benar dan salah, ia bahkan tau persis mana perbuatan benar dan mana perbuatan salah, namun kesalahan yang dilakukan tidak lagi menimbulkan rasa penyesalan. Karena ikhtiar menuju kesadaran adalah lewat penyesalan itu sendiri, maka faktor pertama ini kecil kemungkinan membuat seseorang tersadar.
Benturan hidup
Faktor kedua inilah yang biasanya menyadarkan banyak orang, seperti; bencana alam, kehilangan orang yang disayang, mengidap penyakit, ketahuan perbuatan yang dilakukan hingga menerima sangsi hukum maupun sangsi sosial, melarat hidup, dan banyak benturan hidup lainnya.
Mari bertanya pada diri, apa harus terbentur dulu baru mau tersadar?
Ibarat orang yang berkebun menanam pohon, begitu tumbuh lalu ditebangnya, kemudian ia mengelilingi kebun mencari buah, dari pohon mana yang bisa ia dipetik. Sadarkah itu?
Memang sih, ketika sadar kita dapat menanamnya kembali dan pohon pun kembali tumbuh, lantas apakah ada rencana ingin menebangnya lagi?
Salam Kompak Komunitas Steemit Indonesia
Semoga Tali Silaturrahmi Ini Terajut Menjadi Sebuah Ikatan Persaudaraan Yang Saling Memberdayakan
Sepagi ini saya sudah membaca petuah di guratan Bang @munawar87.
Elokkkk sekali nasehat bijaknya..
Semoga kita tidak menjadi bagian orang2 yang demikian.
Salam KSI!
Alhamdulillah..Amin.
Cakep bana komentar dinda @ettydiallova. Hehe
Amiinnn ya Allah...
😊
Ternyata benar imunitas ada dalam setiap kasus bg ya..
Kasus memang..hehe
Penyesalan selalu datang terlambat, kalau di muka namanya pembukaan bukan penyesalan. Tapi senantiasa menghadirkan hati dan iman biar tidak terhempas dalam badai yang tidak diinginkanNya, selalu harus berlindung sehebat apapun kita. Istiqamah sangat berat kalau ringan namanya istirahat. Kata Al Ghazali petiklah hikmah dimana saja karena dia merupakan milik orang mukmin yang hilang. Bereh that tulisan, semoga tetap dalam lingkaran putih tanpa dieliminasi oleh hitam dan menjadi keabu-abuan...
Komentar yang sangat mencerahkan. Lengkap sudah tulisan ini dengan komentar sahabatku @rahmayn. Luar biasa
Congratulations @munawar87! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
Award for the number of comments
Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
To support your work, I also upvoted your post!
For more information about SteemitBoard, click here
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP