Strategi Jitu Mendorong Budidaya Lobster

in #lobster4 years ago

Strategi Jitu Mendorong Budidaya Lobster - Rencana revisi Permen 56/2016 soal pengelolaan lobster menjadi angin segar bagi pembudidaya marikultur, dengan harapan pemerintah mengizinkan benih lobster untuk dibudidayakan.

2.JPG

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) dalam laporannya yang berjudul Cultured Aquatic Spesies Information Programme Panulirus homarus (Linnaeus 1878) menyebutkan bahwa lobster (Panulirus sp.) adalah salah satu komoditas yang memiliki nilai jual dan permintaan yang tinggi. Rata-rata harganya bisa mencapai USD 20 per kg. Tetapi permintaan yang tinggi ini tidak serta merta diikuti oleh ketersediaan yang tinggi, apalagi peningkatan produksi.

Beberapa negara konsumen besar lobster antara lain Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Tiongkok. Masyarakat di Tiongkok biasa mengkonsumsi lobster dalam bentuk sashimi (mentah dan segar) sebagai menu makan malam. Daging segar lobster diiris dan disajikan dengan hiasan kepala dan ekornya yang masih utuh. Lobster yang diperdagangkan ke Tiongkok umumnya berasal dari hasil budidaya, terutama dari Vietnam. Tetapi ada juga yang berasal dari hasil tangkapan yang berasal dari AS. FAO menyebut hanya ada dua negara yang melakukan budidaya lobster. Keduanya adalah Vietnam dan Indonesia. Tetapi budidaya di Indonesia sempat terkendala karena larangan penangkapan benih di bawah 200 gram yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 56 Tahun 2016.

Sehingga rujukan teknis budidaya lobster air tawar dalam laporan tersebut hampir seluruhnya mengacu pada teknik budidaya yang berkembang di Vietnam. Sementara dalam laporan lain, FAO juga menyebut beberapa negara produsen lobster dari hasil tangkapan, seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Indonesia. Masih dalam laporan FAO, yang dirilis setidaknya di 2017 menyebutkan bahwa produksi lobster di Vietnam pada 2010 tidak kurang dari 1.500 ton per tahun. Sebagian besar diekspor ke Tiongkok. Vietnam juga disebut telah menguasai pasar lobster hasil budidaya dengan jumlah produksi sebanyak itu dan nyaris tanpa ada pesaing. Sementara produksi lobster budidaya Indonesia, di tahun yang sama hanya 200 ton saja. Terlebih sejak ada larangan penangkapan lobster di bawah 200 gram untuk segala kepentingan termasuk budidaya.

Wacana Revisi
Nilai jual lobster dan permintaannya yang tinggi ini menjadi salah satu alasan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, berencana merivisi Permen KP 56/2016 sejak akhir tahun lalu. Dalam Permen tersebut disebutkan bahwa lobster di bawah 200 gram dengan panjang karapas 8 cm dilarang ditangkap, baik untuk diekspor maupun untuk dibudidayakan. Namun wacana revisi Permen yang sudah digulirkan ke publik beberapa bulan ini belum ada kesimpulannya. Padahal pemerintah dalam hal ini KKP sudah melakukan beberapa kali diskusi publik, kajian, hingga kunjungan ke Australia untuk melihat teknologi hatchery lobster yang dikembangkan di sana.

Diskusi-diskusi yang berlangsung mengenai lobster mengarah pada perlu tidaknya lobster untuk dibudidayakan dan atau diekspor langsung. Terutama pada stadia-stadia di bawah 200 gram yang selama ini dilarang ditangkap. Lebih jauh dari itu, kajian peluang lobster untuk dibudidayakan tidak hanya pada fase pendederan dan pembesaran saja, tetapi juga sampai pada perlu tidaknya membangun hatchery. Meski Permen KP baru soal pengelolaan lobster belum keluar, tetapi arah pemerintah, dalam hal ini KKP untuk mengembangkan budidaya lobster terbilang serius. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam keterangan pers tertanggal 14/2 mengatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan strategi untuk mendorong industri budidaya lobster.

Menurutnya hal ini sebagai tindak lanjut atas masukan masyarakat yang ingin membudidayakan lobster. Slamet, dalam keterangan tersebut menyebutkan bahwa akan ada manfaat ganda dari rencana pengembangan budidaya lobster. Selain manfaat ekonomi dari adanya lapangan pekerjaan baru, budidaya lobster juga bermanfaat sebagai buffer stock (penyangga stok) lobster di alam melalui kegiatan restocking (penebaran lobster ke alam dari sebagian hasil budidaya). Kata kunci pemanfaatan nilai ekonomi dan perlindungan kelestarian sumber daya benih lobster sebenarnya ya di budidaya. Untuk sebeb itulah, tidak ada alasan lagi ke depanya untuk tidak mendorong penuh industri budidaya lobster nasional, tutur Slamet dalam jumpa pers tersebut.