My 2018: A Tour arround my hometown: Traditional House Of Aceh Full Of Philosophy [ENG-IND]
ENGLISH
Hi Steemian !!
A few days ago, I got an offer from one of the Steemian @akbarrafs to enter a contest about telling my hometown. After a long period of thinking, I finally decided to write about Rumoh Aceh (Aceh traditional house). Rumoh Aceh that I write this is Rumoh Aceh typical of my area, that is Pidie area.
Who does not know this typical house of Aceh this one. Yes, Rumoh Aceh, which is a traditional house of Aceh that has a uniqueness and history long in the past, but the development of the era, Rumoh Aceh almost no longer in Aceh itself. Now most of Acehnese people turn to concrete houses.
In terms of buildings, Rumoh Aceh is very strong, even its resistance to natural disasters such as earthquakes can be said strong. Reconstruction Rumoh Aceh is very unique, almost in every corner of the building does not use nails. There is only wood in the supply and combined. The evidence can be seen when the earthquake that occurred in 2004 ago and the earthquake that hit Aceh, Pidie Jaya in 2016 ago, most buildings and houses that collapsed and collapsed is a concrete building, Rumoh Aceh most only shifted and tilted it.
Well, this is Rumoh Aceh that I want to tell you. I will start from its history first, this house once belonged to a king in Reubee area, the king named Teuku Raja Husen. He lived in the time of Sultan Iskandar Muda, formerly Teuku Raja Husen also became Head of Government that overshadow the Reubee and surrounding areas. After he died, Rumoh Aceh is then inhered to his grandchildren.
Architecture Rumoh Aceh is a typical area of Pidie. Generally in front of the typical Rumoh Aceh Pidie there Anjong or Manjo which is used as a room for rest for guests who come before going up into Rumoh Aceh. ... Geupeugot anjong bek meukong ngen meulintee ... such is the quote that I read from a book, more or less the intention of the quote hinted by the Anjong will be awake the boundary between son-in-law and in-laws, both male and female.
Historically, Rumoh Aceh building was built by combining the architectural style of the Netherlands, Japan and China. The spaces in Rumoh Aceh have their own distinct names with houses in general that only have living room, room and kitchen. However, Rumoh Aceh has its own space, such as Seuramoe Agam, Seuramoe Inoeng, Seuramoe Keu, and Seuramoe Likot. Each Seuramoe has its own function, Seuramoe Agam specifically for men and Seuramoe Inoeng specifically for women. It aims to provide a boundary between men and women who are not mahramnya. Such is the noblest of the preceding in keeping ethics.
In addition to the stairs Rumoh Aceh there are a pair of jars containing water. Its function is to wash feet for people who want to enter the house. This is one of the nonverbal messages applied in Rumah Aceh itself, that is keeping the cleanliness in the house. No less unique, Rumoh Aceh in Reubee has art in various parts, this is marked by the many carvings on the sides of Rumoh Aceh.
Seeing this, I think that Rumoh Aceh is a house full of philosophy and highlight the daily life of Acehnese people.
In addition I can laugh at my hometown, this time I feel proud to be able to tell one of the historic Aceh traditional house in my hometown. That's what I can say about my hometown in this contest.
INDONESIAN
Hai Steemian !!
Beberapa hari yang lalu, aku mendapat tawaran dari salah seorang Steemian @akbarrafs untuk mengikuti kontes tentang menceritakan kampung halaman. Setelah lama berpikir, akhirnya aku memutuskan untuk menulis tentang Rumoh Aceh (rumah adat Aceh). Rumoh Aceh yang ku tuliskan ini merupakan Rumoh Aceh khas daerahku, yaitu daerah Pidie.
Siapa yang tidak tau rumah khas Aceh yang satu ini. Ya, Rumoh Aceh, yang merupakan rumah adat Aceh yang memiliki keunikan dan history yang panjang di masa lalu, tapi semakin berkembangnya zaman, Rumoh Aceh hampir tidak ada lagi di bumi Aceh ini sendiri. Sekarang kebanyakan masyarakat Aceh beralih ke rumah beton.
Di lihat dari segi bangunan, Rumoh Aceh sangatlah kuat, bahkan ketahanannya terhadap bencana alam seperti gempa bisa di katakan kuat. Rekontruksi Rumoh Aceh sangatlah unik, hampir di setiap sudut bangunannya tidak menggunakan paku. Yang ada hanyalah kayu yang di pasok dan di gabungkan. Buktinya bisa dilihat saat gempa yang terjadi di 2004 silam dan gempa yang melanda Aceh, Pidie Jaya pada tahun 2016 yang lalu,kebanyakan bangunan dan rumah yang runtuh dan roboh itu adalah bangunan beton, Rumoh Aceh paling hanya bergeser dan miring saja.
Nah, ini Rumoh Aceh yang ingin kuceritakan. Akan ku mulai dari sejarahnya dulu, rumah ini dulu adalah milik seorang raja yang ada di kawasan Reubee, raja tersebut bernama Teuku Raja Husen. Beliau hidup pada masa Sultan Iskandar Muda, dulunya Teuku Raja Husen juga menjadi Kepala Pemerintahan yang menaungi daerah Reubee dan sekitarnya. Setelah beliau meninggal, Rumoh Aceh tersebut kemudian di wariskan kepada anak-cucunya.
Arsitektur Rumoh Aceh ini yang menjadi khas daerah Pidie. Umumnya di depan Rumoh Aceh khas Pidie terdapat Anjong atau Manjo yang digunakan sebagai ruang untuk istirahat bagi tamu yang datang sebelum naik ke dalam Rumoh Aceh. ...Geupeugot anjong bek meukong ngen meulintee... begitulah kiranya kutipan yang aku baca dari sebuah buku, kurang lebih maksud dari kutipan tersebut mengisyaratkan dengan adanya Anjong akan terjaga batasan antara menantu dan mertua, baik laki-laki maupun perempuan.
Menurut sejarah, bangunan Rumoh Aceh ini di bangun dengan memadukan gaya arsitektur Belanda, Jepang dan China. Ruang-ruang yang ada dalam Rumoh Aceh memiliki nama tersendiri berbeda dengan rumah pada umumnya yang hanya mempunyai ruang tamu, kamar dan dapur. Akan tetapi, Rumoh Aceh memiliki ruang tersendiri, seperti Seuramoe Agam, Seuramoe Inoeng, Seuramoe Keu, dan Seuramoe Likot. Masing-masing Seuramoe mempunyai fungsinya sendiri, Seuramoe Agam khusus untuk laki-laki dan Seuramoe Inoeng khusus untuk perempuan. Hal ini bertujuan untuk memberikan batasan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya. Begitulah mulianya orang terdahulu dalam menjaga etika.
Di samping tangga Rumoh Aceh terdapat sepasang Guci yang berisikan air. Fungsinya untuk mencuci kaki bagi orang yang hendak masuk ke dalam rumah. Inilah salah satu pesan nonverbal yang diterapkan dalam Rumah Aceh itu sendiri, yaitu menjaga kebersihan di dalam rumah. Tidak kalah uniknya, Rumoh Aceh yang di Reubee ini memiliki seni di berbagai bagiannya, hal ini ditandai dengan banyaknya ukiran di sisi-sisi Rumoh Aceh.
Memandang hal ini, aku berpendapat bahwa Rumoh Aceh adalah rumah yang penuh dengan filosofi serta menonjolkan kehidupan keseharian masyarakat Aceh.
Selain aku bisa tertawa di kampung halamanku, kali ini aku merasa bangga karena dapat menceritakan salah satu rumah adat Aceh yang bersejarah di kampung halamanku. Itulah yang dapat aku sampaikan tentang kampung halamanku dalam kontes kali ini.
Thank you for taking part in this months #culturevulture challenge. Good Luck.
you'r welcome
Informasi yang sangat berguna, khususnya untuk warga luar Aceh. Mantap @irzaulya
Terima kasih banyak bang. Aceh memang punya banyak cerita yang bermanfaat..hehehe
Wow.. I ever visit this "Rumoh Aceh" in mid 2015. This home is belong to Teuku Raja Husein, right? a headdistrict of Reubee when Dutch Colonial era. A tipical Acehnese Home who has more advantages to the people of Aceh
Yes, thats right..
Rumoh Aceh is the identity of our Acehnese home
Rumah Aceh sangat mudah kita jumpai di Pidie, terutama Reubee. Waktu KKN dulu di Reubee, kami tinggal di rumah Aceh juga. Pengalaman yg cukup mengesankan bisa bermukim dan berteduh di rumah Aceh.
Terima kasih banyak. Memang Rumah Aceh ini memiliki banyak filosofi walau hanya di bangun dgn kayu
Good post, useful information....
Thank you. I hope you enjoy it ..
Perfecto bg irza ulya..