Tradisi Nujuh Likur Dalam Puisi

in #poetry7 years ago

18268629_10154548371212469_2490803502492157997_n.jpg

Willy Ana
NUJUH LIKUR

Anak-anak itu memukul bulan pada sayak-sayak itu
menjelma tarian pada bara yang memancar di setiap kepingnya

Tungku-tungku menghidangkan ayat-ayat
yang menembus seribu purnama

Orang-orang mengunyah mantra-mantra
pada lemang dan tapai pada malamnya

Suara tetabuhan menghantar ke sepertiga malam
hingga serak dendang bertalu dalam kelam

Depok,5 Juni 2017

Sayak (Bahasa Bengkulu): batok kelapa/tempurung

Puisi saya di atas lahir, terinspirasi dari tradisi masyarakat kampung kelahiran saya @willyana di Kedurang Bengkulu Selatan dalam menyambut malam Nujuh Likur. Yaitu pada malam tanggal 27 pada bulan Ramadhan. Dan puisi ini pernah dimuat di koran Tempo.
59321_1499948393152_1667456795_1204597_92825_n.jpg
Sumber foto specialidulfitri.blogspot.com

Apa itu Nujuh Likur?
Nujuh Likur adalah sebuah bentuk ungkapan rasa syukur dan suka cita, yang dipercaya sebagai saat yang istimewah bagi umat Islam. Di mana pada minggu-minggu terakhir di Bulan Ramadhan, dipercaya sebagai malam diturunkannya Al-qur'an oleh Allah SWT. Sebagai kitab suci dan menjadi petunjuk umat Islam.

Malam istimewah itu datang di minggu terakhir pada malam-malam ganjil. Yang disebut malam Lailatul Qadar . Yaitu malam yang di kenal sebagai malam seribu bulan. Di mana pahala yang kita lakukan pada malam itu akan diganjarkan seperti pahala kita beribadah selama seribu bulan. Itulah sebabnya umat Islam menganjurkan untuk meningkatkan ibadah pada malam-malam terakhir Ramadhan tersebut.

Tradisi Nujuh Likur itu sendiri adalah menggambarkan semangat masyarakat untuk meraih keutamaan di sepuluh malam terakhir pada bulan itu. Mereka menyambutnya dengan menyalakan obor. Ada yang dari batok kelapa yang disusun tinggi. Ada juga yang dari bambu dibuat pakai sumbu dan diberi minyak lampu. Mereka menyalakan itu di seluruh penjuru kampung. Tanpa terkecuali baik Anak-anak, remaja dan orang tua semua bersuka cita.

penyalaanoborpitulikur.jpg
Sumber foto ekamadina.blogspot.com

Dari pagi para ibu-ibu biasanya sudah menyiapkan bahan hidangan tradisi kampung masing-masing untuk santapan pada malam perayaan tersebut. Seperti lemang dan tapai itu selalu tersaji pada malam Nujuh Likur itu. Sementara anak-anak dan para remaja menyiapkan obornya. Sebelum Maghrib obor-obor itu sudah mereka nyalakan sampai subuh. Mereka merayakan malam Nujuh Likur itu setelah selesai salat Tarawih. Masyarakat berkumpul. Dan menghidangkan semua yang mereka masak dan secara rame-rame menyantapnya. Tentu saja diiringi doa-doa.

Tidak diketahui asal muasal tradisi ini. Yang pasti di Indonesia tradisi ini di kenal di daerah etnis Melayu. Seperti : Lampung, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Bangka dan Banjarmasin.

IMG-20180219-WA0000.jpg

Depok, 22 Februari 2018
Salam sastra penuh cinta
Willy Ana | @willyana

Sort:  

Rasanya tak ada lagi malam-malam itu. Tak ada lagi pula kesibukan memasang sayak-sayak di depan rumah. Tak lagi cara berpikir sederhana untuk menanggapi berkah malam itu....

Di kampung Ana masih ada bang. Tradisi itu masih tetap dijalankan. Sebenarnya seriap kampung punya ketua adat. Seharusnya ketua adat jeli akan masalah itu. Hal-hal seperti itu harusnya tetap dipelihara supaya kebersamaan dan ciri dari budaya kita tidak terkikis lalu hilang ditelan zaman.

Tradisi lokal atau budaya selalu menarik untuk disimak. Selalu ada pengetahuan baru yang kita dapat ketika kita membaca tulisan tentang kekayaan khasanah dan kearifan lokal. Inilah yang seharusnya terus-menerus diangkat oleh para penulis, termasuk penulis sastra. Lewat puisi dan tulisan ini saya mendapat pengetahuan baru tentang kekayaan lokal Bengkulu.

Iya bang Mus. Ana kembali kepada budaya saya. Mengangkatnya melalui puisi-puisi dan tulisan Ana. Ini cara salah satu untuk terus mengingatkan bahwa budaya kita itu banyak dan perlu di pelihara juga dilestarikan. Serta diangkat ke kancah nasional maupun internasional.

Tradisi lokal akan menjadi kekayaan jika dirawat dan dikemas dengan baik dan benar.....

Benar bang Iman. Tugas kita sebagai generasi muda untuk terus berusaha menjaga dan melestarikannya agar supaya tidak punah.

Serasa ingin menyaksikan secara langsung tradisi Nujuh Likur

Sila @muntazar datang ke daerah saya Bengkulu Selatan pada saat bulan puasa. Bisa ikut merayakannnya. Hehehe
Terima kasih. Salam.

Biasanya klo akhir-akhir uda persiapan lebaran,,, sibuk msak kue,,, hehehe

Hehehehe.... Tapi mereka tidak lupa dengan Nujuh Likuran ini bang. Semangat spiritualnya berasa sekali saat merayakan ini.

Hi @willyana! Postingan yang berkualitas ini berhasil ditemukan oleh Team kurator OCD Bahasa Indonesia!

Balas komentar ini jika Anda bersedia postingan ini untuk dibagikan.Dengan menyutujui hal ini,anda mendapatkan kesempatan untuk menerima reward tambahan dan salah satu gambar dari postingan ini akan kami gunakan dalam kompilasi harian kami.

Ikuti @ocd- untuk mengatahui project kami lebih lanjut dan membaca postingan berkualitas yang lainnya.

Hi juga kak @mariska.lubis. Ok saya setuju postingan saya dibagikan . Terima kasih banyak kak. Salam

Selamat. Ini informatif sekali hingga akhirnya terpilih sebagai salah satu tulisan @ocd internasional daily: Issue #111. Semoga kawan-kawan stemian Jakarta bisa belajar dari tulisan berkawalitas ini. Go Jakarta!!!

Terima kasih bang @apilopoly. Alhamdulillah. Belajar dan terus belajar. Semua punya kesempatan. Angkatlah tradisi lokal kita sebagai referensi tulisan kita. Agar ruh tulisan bisa menyatu dengan apa yang mau kita sampaikan. Tapi apapun itu bisa kita tulis, dan tulislah dengan bahasa sendiri. Saya selalu seperti itu. Menjadi diri sendiri itu akan lebih asyik. Termasuk dalam bahasa tulisan. Semangat dan sukses untuk kita semua. Spesial teman-teman Stemian Jakarta dan Steemit Budaya. Semangat !!!!