Membaca Buku Bamby Cahyadi
KEMATIAN, KELUHAN PELANGGAN, KUCING, DAN APARTEMEN BUNGA-BUNGA
Setelah (akhirnya!) menamatkan buku ini, saya menyimpulkan, empat hal dalam judul ulasan di atas mendominasi 17 cerita dalam kumcer terbaru Bamby Cahyadi, "Seminar Mengatasi Keluhan Pelanggan" yang diterbitkan Diva Press pada Februari 2022.
Saya memperoleh bukunya pada masa preorder di bulan Januari, sehingga lebih cepat tiba dibandingkan bulan cetak yang tertera di halaman awal.
Sebagai cerpenis dengan gaya yang khas, kali ini tema cerita Bamby banyak mengulas kematian. Sepertinya sengaja, atau sebagai efek samping setelah "permenungan" saat dirinya harus bergelut dengan rasa takut seperti kebanyakan kita di masa pandemi menghadapi maut yang siap mengintai kapan saja.
Sedikit berbeda dari keempat buku sebelumnya (Tangan untuk Utik, Kisah Muram di Restoran Cepat Saji, Perempuan Lolipop, Apa yang Terjadi adalah Sebuah Kisah), kumcer termutakhir ini mengetengahkan kematian yang akrab, sedekat urat nadi. Antara hidup dan mati yang tipis sekali itu, ada berbagai kemungkinan yang disorongkan pada tokoh-tokohnya. Entah itu korban pembunuhan, pelaku bunuh diri, bahkan seseorang yang menyadari dirinya adalah hantu (mungkin kita bisa menyebutnya "sesehantu" untuk mengganti kata orang yang menurut Bamby lebih tepat untuk yang bernyawa?) Namun, ciri khas Bamby dalam daya ungkapnya tetap mencirikan kegetiran, yang bisa kita jumpai dalam beberapa cerita-cerita sebelumnya.
Lokasi dan latar belakang cerita kebanyakan terjadi di seputar apartemen dengan nama bunga-bunga di setiap towernya, dan kehidupan urban yang dialami sendiri oleh penulisnya, justru memberikan penegasan bahwa setiap sisi kehidupan selalu memiliki kegetirannya masing-masing. Tokoh kucing muncul di beberapa cerita sebagai sosok yang setia menemani tapi sekaligus bisa mengerikan. Saat membaca ini, saya teringat cerita Haruki Murakami, "Kota Kucing dan Kisah-kisah Lainnya" yang magis dan asing. Tapi, lupakan. Kita sedang membahas cerita Bamby. Tentu saja berbeda.
Ada satu cerpen yang menggelitik, berjudul "Akhir Hayat Novelis Bagus Sangsekerta" di halaman 57. Yakinlah ini spoiler: tokohnya adalah seorang penulis yang menerjemahkan cerpen dan novel dari bahasa asing yang kemudian mengirimkan cerita tersebut pada media, sehingga menghasilkan pundi-pundi bagi tokohnya. Tidak ada yang menyadari bahwa cerita yang dimuat media tersebut adalah hasil plagiasinya dari bahasa asing. Kecuali seorang perempuan dari Somalia yang membuat Bagus jatuh cinta dan justru dibunuh karena mengetahui rahasianya jadi penulis best seller. Ini bisa jadi sebuah sindiran halus dari Bamby pada para penulis yang merasa hebat, tapi ternyata justru dihasilkan dari cara yang tidak terpuji: plagiasi. Apalagi Bamby merupakan salah satu "pengasuh" grup sastra di Facebook. Seperti yang diketahui kebanyakan orang yang menggemari sastra, hiruk pikuk plagiasi kerap mencoreng nama baik dan mendapatkan celaan tak henti. Walau honor dari hasil tulisan yang dimuat itu tidak fantastis, entah mengapa ada saja orang-orang yang dengan ringannya melakukan plagiasi, bahkan ketagihan berkali-kali. Apa yang mereka cari?
Mayoritas kisahnya memang sedikit kelam dan frustatif. Namun, seperti sebagaimana karya sastra yang memberikan kita pengingat untuk merenung setelah membacanya, buku ini mesti dibaca dengan tidak terburu-buru. Bayangkan saja Anda sedang melakukan "Kegiatan Mengisi Waktu Luang di Masa Pensiun" seperti di halaman 69. Anda akan menemukan kejutan dalam setiap cerita, meskipun kadang kala kejutannya bisa diprediksi, tapi selalu ada plot twist khas Bamby di setiap cerita. Kadang-kadang bikin gemas. Namun kembali disadari bahwa kejutan itulah yang Anda inginkan sejak saat membuka halaman pertama pada bagian "Semacam Pengantar" dari Bamby.
Proficiat.
Salam dari sesama alumnus Universitas Siliwangi.
RAB.
Judul: Seminar Mengatasi Keluhan Pelanggan
Cetakan: Februari 2022
Jumlah halaman: 168 halaman
ISBN: 978-623-293-632-4
Penerbit: Diva Press