Nisan, mirisnya Kepedulian.
Salah satu Nisan Abad 18-19 M, di Gampoeng Teungoh Baroh Bambi, Kecamatan Peukan Baro - Pidie.
Kehidupan era millenial atau sering diidentikkan dengan generasi X dan Z merupakan perjalanan terakhir dalam peradaban manusia di dunia ini. Berbicara Kelangsungan Peradaban Kehidupan Manusia tidak pernah terlepaskan dari kehidupan masa lalu nya dan merupakan kelangsungan hidup yang selalu terkoneksi dengan masa depan. Karena tidak ada masa depan tanpa masa lalu.
Aceh dalam Khazanah Kebudayaan merupakan salah satu Bangsa yang memiliki tingkat Kebudayaan tinggi dalam berdiri tegak dengan Bangsa besar lain di Dunia seperti Kebudayaan Mesir Kuno, Mesopotamia, Gujarat dan juga dapat kita sandingkan dengan kemegahan Persia Kuno atau Bangsa lain yang memiliki Kebudayaan tinggi pada era klasik.
Kebudayaan masa lalu merupakan tolak ukur tingkat kecerdasan manusia penghuni Nanggroe pada masa lalu telah melahirkan mutu manikam karya begitu eksotis dipenuhi dengan arsitektur bernilai seni tinggi, Semua prestasi masa lalu layaknya kita hargai dengan Sepantasnya tanpa harus kita ukur dari segi Nominal atau Finansial.
Nisan Aceh atau dalam bahasa Aceh disebut dengan Batee Jeurat adalah bukti otentik yang masih dapat kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat Orang Aceh. Tragis memang, melihat keadaan sesungguhnya nasib Nisan yang menyimpan pesan tersurat maupun tersirat pada setiap goresan tangan Indatu kita dulu. Padahal dalam konteks kekayaan Intelektual Aceh, Kehadiran Batu Nisan klasik dalam satu Gampoeng ( Gampoeng adalah unit terkecil administrasi masyarakat Aceh yang berada di bawah Mukim) menunjukkan bukti bahwa di Gampoeng tersebut telah ada orang hebat yang berpengaruh dalam ketatanegaraan Aceh Darussalam tempo dulu. Sebagai bukti artefak arkeologi Nisan Aceh melambangkan bahwa penghuni makam itu berasal dari golongan Bangsawan, Kerabat Kerajaan dan atau Orang berpengaruh besar terhadap eksistensi Kerajaan.
Melihat kenyataan pahit itu, Tulisan ini mengkritisi tingkat kepedulian dan kepekaan kita dalam menghargai Sejarah masa lalu pembentuk masa sekarang dan masa depan generasi. Minimnya pemahaman kita tentang pentingnya Sejarah membuat kita mengabaikan dalam mengelola dan menjaga Peradaban dan yang lebih parahnya lagi kita merusak atau menghilangkan bagian tertentu dari kerangka fisik Batu Nisan yang Indah itu untuk kepentingan Batee Meu asah (Batu Asah).
Batee Jeurat (Nisan Aceh) dalam periodesasi terbentuknya dipengaruhi juga oleh kebudayaan Hindu / Buddha hingga pada proses afiliasi Islam menjadi kaffah dengan kesempurnaan kaligrafi pada Nisan tersebut menerobos masuk Nusantara.
Pantaskah kita mengapresiasi Sejarah gemilang kita dengan Penghinaan yang tiada henti oleh Generasinya sendiri, Jika saja kita tidak menghargai milik (Sejarah) kita, Siapa lagi?. Adagium yang sering kita dengar dari Soekarno "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati dan tidak melupakan sejarah bangsanya". Mari bergandengan tangan dalam merawat Peradaban Aceh.
Seharus para aktivis mendorong pemerintah Aceh agar ada sebuah pergub tentang pelestarian kebudayaan Aceh tempo dulu sampai sekarang, nah di saat pemerintah telah merawat "bate jirat jameun" maka saya yakin generasi jaman now akan peka dan cinta akan pusak indatu dulu....
Kita telah memiliki BPCB (Badan Pengelola Cagar Budaya) namun lembaga ini sepengetahuan saya tidak pernah merespon Artefak sejarah yang ada di pedalaman dan pelosok Negeri ini. Salut pada Mapesa, CISAH dan Pedir Museum dan beberapa LSM lainnya.
Kutipan nya jangan Soekarno doang. "Soe nyang peutuwoe seujarah, meumakna ka jipeulamiet droe bak gob" (Hasan Tiro)
Oke Siap. kutipan Hasan Tiro sempat saya kutip juga, namun kekurangan datanya sehingga harus saya tinggalkan (tidak saya kutip).
Tunggu tulisan selanjutnya Bang.
Mantap,,
Semoga akan ada karya2 terbaru nya .. 😊
Iya Siap Bang, kita gerak bersama karya tulis harus
Bang @akbarfs ini luput dari pendataan kah
Kayaknya memang gak pernah terdata semua nisan yang ada di pedalaman. Hehe