BIOGRAFI ABUYA SYEKH H. IMAM SYAMSUDDIN PIMPINAN DAYAH BABUSSALAM SANGKALAN, SUSOH, ACEH BARAT DAYA

in #story7 years ago (edited)

Snapshot_20180414.JPG

Pendidikan awal Abuya dalam menuntut ilmu agama ialah di Bustanul Huda, masa Pimpinan Abu Syekh Mahmuddin (Syekh Mud) di Kuta Tuha, Blangpidie. Setelah beberapa tahun beliau menimba ilmu di Bustanul Huda, Abuya pulang ke Blang Poroh, Labuhan Haji. Disana Abuya membuka usaha jualan di kios. Tak lama beliau menjalankan usahanya, pulanglah Abuya Muda Wali Al Khalidy dari Padang ( Sumatra Barat), mendirikan Sebuah Pesantren di Labuhan Haji dengan nama Pesantren / Dayah Darussalam. Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin mendalami lagi Ilmu yang telah diperoleh ketika di pesantren Bustanul Huda di Dayah Darussalam pada Abuya Muda Wali.

Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin memang sudah menguasai ilmu agama semasa di Ma’had Bustanul Huda, ketika di Dayah Darussalam Abuya mendalami kembali ilmu Agama nya di bidang Fiqih, Tauhid, Tasawuf, Nahu Saraf dan Ilmu Mantiq. Ilmu Mantiq pada masa itu belum ada di dayah-dayah yang ada di Aceh. Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin cukup ahli dalam bidang ilmu Fiqh, Ushul Fiqh dan Nahu Saraf, serta Ilmu Tauhid.

Pada masa Abuya Muda Wali mengajar di Balai Bustanul Muhaqqiqin (tempat belajar semua dewan-dewan guru di atas kelas tujuh) banyak persoalan kilafiah/perselisihan pendapat dikalangan dewan guru yang di soalkan kepada Abuya Muda Wali, tentu Abuya Muda Wali yang tinggi ilmunya mampu menjawab semua pertanyaan itu, namun Abuya tidak menjawab dahulu, Beliau melemparkan semua pertanyaan untuk di jawab oleh para dewan guru. Di ketika itu Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin lah yang menjawab pertanyaan dari dewan guru yang dilemparkan ke forum oleh Abuya Muda Wali ( itu adalah salah satu kemampuan Ilmu Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin).

Pada suatu hari datang seorang pendeta ke Dayah Darussalam, menanyakan tentang ketuhanan kepada Abuya Muda Wali, tentu Abuya Muda Wali yang dalam Ilmu nya mampu menjawab pertanyaan pendeta tersebut. Akan tetapi beliau menyuruh pada dewan guru untuk menjawab pertanyaan dari pendeta tersebut yang sedang bersama Abuya Muda Wali pada saat itu. Ternyata dewan guru tidak bisa menjawab nya. Lalu Abuya Muda Wali menyuruh salah satu dari dewan guru untuk memanggil Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin yang sedang mengajar santri-santri nya di Balai pengajian. Setiba disana Abuya Muda Wali menyuruh menjawab pertanyaan dari pendeta kepada Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin. Pertanyaan dari pendeta tersebut berupa: “adakah Tuhan itu?” dan “dimanakah Tuhan itu berada?”. Alhamdulillah pertanyaan tersebut mampu beliau jawab dengan singkat padat dan jelas. Abuya mengambil sebuah korek api lalu menghidupkannya seraya berkata kepada pendeta “apakah api ini ada?” ”ada” jawab pendeta. Lalu Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin memdamkan api nya seraya berkata “kemana lari nya api yang saya padamkan tadi, apakah kelangit atau kah ke bumi?, kalau kelangit maka terbakarlah langit dan jika ke bumi maka terbakarlah bumi.” Mendengar jawaban Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin seperti itu, pendeta terdiam tidak bisa berkata apa-apa langsung pulang ke tempat asal nya.(itu merupakan salaah satu kelebihan Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin).

Di Pesantren Darussalam pada masa itu Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin di akui oleh para dewan guru memiliki ilmu yang dalam, beliau merupakan Guru Besar di Pesantren Darussalam. Beliau pernah mengadakan ujian untuk dewan Guru di pesantren Darussalam dalam satu masalah dengan waktu penyelesaian 12 hari, salah satu di antaranya dewan guru yang mengikuti ujian tersebut adalah Almarhum Abuya H. Syam Marfali (Pimpinan Dayah Bustanul Huda Gampong Keudee Siblah, Blangpidie). Pada saat itu ada dua orang yang dalam ilmu nya di Pesantren Darussalam dibawah ilmu Abuya Muda Wali yaitu Abuya Yusuf ‘Alami suami dari Ummi Nurhalimah dan Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin (Abu Sangkalan).

Pada suatu masa Abuya Muda Wali mengajar dibalai Bustanul Muhaqqiqin tentang Ilmu ushul Fiqh, dalam pengajian Abuya Muda Wali banyak memberikan pertanyaan-pertanyaan sulit kepada murid-murid nya untuk dijawab, dan yang banyak menjawab saat itu adalah Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin, sehingga beliau diberi gelar oleh Abuya Muda Wali “HILUL MA’QUD” (tukang Ploh Neuku).

Pada pengajian berikut nya, semua dewan guru sudah hadir di balai, yang belum hadir saat itu hanya Abu Yusuf ‘Alami, beliau juga memiliki ilmu yang dalam dan suka berdebat. Pada saat Abu Yusuf ‘Alami tiba di balai, ditegur oleh Abuya Muda Wali karna beliau memakai celana panjang dalam pengajian tersebut. Abuya Muda Wali berkata ”jangan kamu pakai pakaian itu, pakaian itu adalah bid’ah, itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi.” Lalu Abu Yusuf ‘Alami mengatakan “kalau berbicara bid’ah, di tubuh kita juga terdapat bid’ah.” kata Abu Yusuf mencoba mengungkit ilmu dari Abuya Muda Wali. Tak lama dari itu datanglah seorang laki-laki berpakaian hitam dan bersorban merah masuk kebalai Bustanul Muhaqqiqin, sambil berkata “jangan kamu menguji Muda Wali Yusuf, karna Muda Wali itu benar.” Lalu laki-laki itu keluar dan menghilang. Pada saat itu Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin bertanya kepada Abuya Muda Wali ”siapakah orang itu ya Abuya?.” Abuya Muda Wali menjawab “dia adalah Nabi Khaidir.” (salah satu kelebihan Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin melihat Nabi Khaidir di balai Muhaqqiqin).

Pada ketika Abuya Muhibbudin Wali berumur lebih kurang 17 tahun, beliau menimba ilmu langsung pada ayah nya yaitu Abuya Muda Wali dua waktu pagi dan dhuhur. Setelah mengaji pada Abuya Muda Wali beberapa hari, Abuya Muhibbudin disuruh oleh ayahnya untuk mengaji di waktu dhuhur kepada Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin, maka tetaplah jadwal pengajian Abuya Muhibbudin Wali, pagi bersama Abuya Muda Wali dan Dhuhur pada Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin.

Setelah itu datanglah masyarakat Sangkalan ke Pesantren Darussalam menemui Abuya Muda Wali, tujuan meminta seorang guru untuk mengajari ilmu agama di Sangkalan, permintaan masyarakat Sangkalan di penuhi oleh Abuya Muda Wali, beliau menujukkan Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin untuk mengajari masyarakat Sangkalan ilmu Agama. Semua masyarakat kemukiman Sangkalan dan kemukiman Babahlok merasa senang dan gembirasehingga mereka berlomba-lomba ikut bergotong royong mengambil kayu di gunung untuk mendirikan sebuah pesantren di gampong Meunasah kemukiman Sangkalan. Setelah pesantren berdiri di berilah nama oleh Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin dengan Nama “Darul Aman”. tidak lama berselang berdirinya pesantren Darul Aman, banyak santri-santri berdatangan dari seluruh penjuru Aceh termasuk para santri beliau di Pesantren Darussalam ikut juga menimba ilmu pada beliau di Daru Aman.

Setelah beberapa tahun pesantren Darul Aman berdiri dengan Santri yang begitu banyak, lalu meninggallah Abuya Muda Wali. Sehingga Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin pulang ke Labuhan Haji. Pada masa itu semua dewan guru bermusyawarah memilih Pimpinan Pesantren Darussalam, lalu berkatalah Abu Jakfar Lailun (salah satu dewan guru pesantren Darussalam) “biarlah Abu Sangkalan saja yang memimpin Darussalam.” Semua yang hadir dalam musyawarah tersebut menyetujuinya. Lalu Abu Jakfar Lailun berangkat menjumpai Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin yang sedang berada dirumah orang tua nya di Blang Poroh dengan mengayuh sepeda Onta. Setiba disana Abu Jakfar Lailun langsung menyampaikan hasil musyawarah kepada Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin. Beliau hanya terdiam sejenak, lalu berkata: “apakah musyawarah ini sudah di setujui oleh wali-wali 12 Gampong keluarga Abuya Muda Wali, untuk saya memimpin Darussalam luar dan dalam.” jawab Abu Jakfar Lailun “musyawarah belum sampai kepada tahap itu ya Abu Sangkalan.” Lalu Abu Jakfar Lailun kembali lagi dan mengadakan musyawarah dengan wali-wali Darussalam 12 Gampong, sehingga para wali pun menyutujui Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin untuk memimpin Pesantren Darussalam luar dan dalam. Maka jatuhlah pimpinan pada saat itu kepada Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin.

Pada saat beliau memimpin Pesantren Darussalam, anak Abuya Muda Wali berguru kepada Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin, yaitu Abuya Jamaluddin Wali dan Abuya Amran Wali. Sedang Abuya Muhibbudin Wali pada masa itu masih menimba Ilmu di mesir. Setelah berjalannya waktu lebih kurang empat tahun lamanya Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin memimpin Pesantren Darussalam, Pulanglah beliau ke Pesantren Darul Aman di Sangkalan. Ketika itu banyak santri-santri serta beberapa dewan guru di Darussalam mengikuti beliau ke Darul Aman. sedangkan tampuk pimpinan Pesantren Darussalam pada masa itu di pimpin oleh Abuya Jamaluddin Wali (KIYAI MUDA).

Setiba Abuya di Sangkalan, maka nama pesantren yang dulu nya Darul Aman di ganti menjadi Pesantren “BABUSSALAM”. Setelah berapa lama kembali ke Sangkalan dan memimpin pesantren Babussalam. Abuya dan seluruh Pimpinan-piminan Dayah seluruh Aceh datang ke Banda Aceh dalam rangka menghadiri Muzakarah besar Ulama seluruh Aceh. Informasi muzakarah ini sampai ke telinga KH. Sirajuddin Abbas, dan beliau dari Jakarta datang ke Aceh menghadiri dan memanfaatkan Muzakarah Ulama Aceh tersebut untuk menyelesaikan buku karangannya “40 Masalah Agama” karena ada beberapa masalah yang belum terjawab.
KH. Sirajuddin Abbas menanyakan beberapa masalah tersebut kepada para pimpinan Dayah yang hadir di forum Muzakarah tersebut, namun para pimpinan Dayah yang hadir pada saat itu tidak menjawab, semua terdiam. Maka bangkitlah Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin dari tempat duduk nya untuk menjawab semua pertanyaan dari KH. Sirajuddin Abbas dengan detail, dan lengkap disertai dengan dalilnya. KH. Sirajuddin Abbas saat itu hanya mendengar dan menganggukkan kepala. Setelah Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin menjawab semua pertanyaan, maka KH. Sirajuddin Abbas berdiri sambil berkata “inilah jawaban yang saya cari, ternyata masih ada harimau di Aceh, saya pikir setelah Abuya Muda Wali meninggal tidak ada lagi harimau di Aceh, ternyata masih ada”.

Sewaktu Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin dalam perjalanan pulang ke Sangkalan dari Banda Aceh, beliau mengatakan kepada teman-temannya “saya pikir pertanyaan-pertanyaan yang berat yang ditanyakan oleh KH. Sirajuddin Abbas, tapi kenyataannya tidak dan Alhamdulillah kita masih mampu menjawabnya.”

Tiga bulan setelah pertemuan dengan KH. Sirajuddin Abbas di Banda Aceh, datanglah sebuah kiriman dari Jakarta yang berupa Buku “ 40 Masalah Agama” Cetakan pertama karangan KH. Sirajuddin Abbas. Ketika Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin membuka buku lembar perlembar, Abuya menggeleng-geleng kepala merasa takjub seraya berkata “inilah hasil pertemuan para Ulama di Banda Aceh, Subhanallah sangat luas ilmu KH. Sirajuddin Abbas, beliau mampu membahas semua masalah dalam buku ini lengkap dengan dalil nama kitab dan halaman kitab.”

Pada tahun 1967 Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin berangkat ke tanah suci untuk menunaikan rukun islam yang kelima. Pada masa itu ka’bah ingin dibersihkan jadi semua jamaah diperintahkan untuk pergi ke padang arafah. Pembersihan Ka’bah sudah lebih dahulu diketahui oleh Abuya dikoran Arab Saudi pada masa itu, bahwa akan ada rombongan Raja Turki akan masuk ke Ka’bah. Pada saat rombongan Raja Turki datang, Abuya memakai baju Jubah Hitam dan sorban merah yang mirip dengan baju penjaga keamanan Ka’bah dan Raja. Abuya berdiri di pintu mesjid, ketika rombongan raja sampai, abuya mengikuti rombongan tersebut, rombongan kerajaan Turki manganggap bahwa abuya bagian dari penjaga keamanan Ka’bah, setiba di depan Ka’bah semua petinggi-petinggi Arab Saudi dan petugas pengaman Ka’bah menyambut kedatangan rombongan Raja Turki, Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin yang dari tadi mengikuti Rombongan Raja Turki dipikir oleh petugas penjaga keamanan Ka’bah Abuya adalah pengawal dari rombongan raja Turki, masuklah rombongan Raja Turki dalam Ka’bah dan Abuya juga ikut bersama rombongan tersebut (Itu kelebihan dan karomah Abuya Syekh H. Imam Syamsuddin dapat masuk kedalam Ka’bah).

Ketika abuya masih berada di Arab Saudi, suatu hari Abuya pergi ke Masjidil Haram untuk menunaikan shalat sunat. Abuya melihat seorang Ulama Arab sedang mengajarkan ilmu Usul Fiqh kepada majelis di dalam Mesjid. Abuya ketika itu sempat mendengar satu penjelasan yang tidak sesuai menurut imu beliau, lalu beliau duduk dan berkata kepada Ulama tersebut “itu tidak benar, penjelasan ustad sangat jauh panggang dari api.” Sempat terjadi perdebatan antara Abuya dengan Ulama Arab tersebut. Lalu ulama Arab bertanya kepada Abuya “siapa dan dari mana anda, apakah anda seorang guru?” Abuya menjawab “saya dari Aceh nama saya Syamsuddin, saya bukan seorang guru, saya hanya seorang murid”(Abuya merendahkan diri). Lalu Ulama Arab memeluk Abuya sambil mengatakan “ilmu Ushul Fiqh anda sangat luas pemahamannya.” Abuya diajak oleh ulama tersebut untuk berjalan mengelilingi kota Mekah, dan Ulama Arab memberi hadiah kepada Abuya sebuah Kitab Tanwirul Qulub untuk dibawa pulang ke Aceh.

Sepulang dari Arab abuya kembali melakukan rutinitas beliau seperti biasa di pesantren Babussalam, dan beliau makin mantap saat mengajarkan kitab Bab Haji itu pujian dari murid beliau. Pada suatu ketika santri-santri di pesantren Babussalam bermain bola kaki di pinggir pantai sambil mandi laut, yang berjarak kurang lebih 1,5 km dari pesantren. Pada saat istirahat para santri saling bertanya kapan nikah karna mengingat umur sudah mencapai usia matang sambil bersenda gurau. Di waktu malam pada saat mengaji Abuya langsung mengajarkan para santri tentang bab nikah, padahal pengajian nya masih tentang bab Haji. Para santri pun keherenan salaing memandang satu sama lainnya, kenapa abuya langsung mengajarkan pada bab nikah, padahal masih di bab haji, “apakah Abuya mendengar apa yang kita bicarakan saat bermain bola” (Bisik para santri satu sama lain).

Pada masa Abuya masih hidup ada satu cita-cita yang belum terwujud, beliau ingin membangun sebuah balai pengajian yang setara dengan balai Bustanul Muhaqqiqin yang ada di Pesantren Darussalam, yang akan diberi nama balai ”HILUL MA’QUD”. Namun apa hendak dikata, Abuya lebih dulu mendahului kita kembali kepada sang Khalik. Abuya meninggal pada tanggal 28 juni 1971 Masehi, bertepatan pada tanggal 6 syawal 1391 Hijriah, tepat nya pada malam selasa pukul 20.00 wib di puskesmas Blangpidie.

WASSALAM

Sangkalan 13 April 2018
Sumber:

  1. Abu Ahmad Perti
  2. Abu Abdullah Tanoh Mirah
  3. Abon Yazid Samalanga
  4. Abuya H. Syam Marfali
  5. Abu Abdurrahman Badar
  6. Tgk Lukman Ks.

Penjemput Sejarah : Tgk. Zulfikar

Penulis : Tgk Mufti S.Pd.I

Pembantu : Said Al Khudhri dan Jasman


Penulisan artikel ini sepenuh nya belum sempurna, masih banyak kekurangan nya, oleh karena itu kami mohon bimbingan dan saran dari guru-guru serta para santri dayah yang ada di steemit guna untuk menyempurnakan tulisan ini.dan mohon maaf juga jika ada kesalahan dalam menggali informasi, penulisan kalimat yang tidak cocok, bahasa yang kurang tepat serta dalam pengetikan nama, tempat dan waktu yang kurang tepat.

Sort:  

Subbahanallah
Upvote aku juga ya dan follow
By.. @anif123
Aceh di vote semua kawan..
Sling bekerja sama

iya sudah,

postingan yang bagus sekali. btw, pada paragraf pertama disebutkan beliau pulang dari padang.kalau boleh, bagi juga informasi kegiatan beliau disana

yang pulang dari padang bukan beliau.., akan tetapi guru beliau..,

Congratulations @muftii! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

Award for the number of upvotes received

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.

To support your work, I also upvoted your post!
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

Upvote this notification to help all Steemit users. Learn why here!

Nyo Karya luar biasa bg. Lanjutkan.

thanks, insya allah

Subhanallah, luar biasa sekali pemaparannya. Pasti membutuhkan waktu yang lama untuk resetnya ya?
Terus berbagi, semoga semakin banyak orang yang terinspirasi

terimakasih tlh hdir , btul hal yg sngat sulit ialah mnggali infrmasi, itu mmbutuhkan waktu yang lma.

Jngan lupa di vote kembali ya kawan @syanaa hehehe

insya ALLAH, tpi upvote saya blum brpngaruh ntuk mnaikkan reputasi sseorng

Gak masalah kak

Ulasan sejarah yang keren. Jadi referensi bagi kami-kami yang awam sekali masalah sejarah, khususnya para ulama Aceh. 👍

hai.. @putrimaulina90, trimksih tlah hadir, ini bru awal pnggalian informasi , ulasn sjarah nya msih agak amburadur. mohon @putrimaulina90 ntuk me-resteem artikel ini agar tman steemian putri bsa mngetahui nya, trimkasih

Luar biasa... mantap sejarahnya 👍👍

terimakasih tgk @denysatika tlah hadir, jika tgk brkenan mhon bntuannya ntuk resteem post ini agar saudara kita yg di aceh tau jga.

Siap 👍👍

teurimong geunaseh tgk @denysatika. neu resteem ju

teurimong geunaseh bg @zufrizal

udah lama sekali tidak baca sejarah...
teringat waktu belajar SKI dulu...
terimakasih postingannya Bng @muftii

iya trimakasih juga telah hadir