Dulu sekali, waktu masih jaman itu, aku sempat menulis di komentar bahwa berkumpul dan menikmati kopi di warung kopi sudah menjadi semacam tradisi dalam masyarakat Aceh, eh, ada yang marah-marah. Ya sudah lah, sekarang aku anggap itu pengalaman yang lucu.
Awal 90an saya pernah diberi kaos oleh seseorang, di kaos itu tertulis dalam bahasa Inggris, "Banda Aceh, The City With A Thousand Coffee Shops", kira-kira begitu. Itu awal tahun 90an lho ya. Dan semakin ke sini malah semakin meriah. Qiqi.
Lalu salahnya mengatakan bahwa "berkumpul di warung kopi telah membudaya" itu di mana?
Hal begini asyik didiskusikan dengan segelas kopi bersama orang-orang seperti Pak @bahrol. Saya ngga mau menandai pak @fadthalib karena sudah saya lakukan sejak malam tadi dan sepanjang pagi tadi. 😅
"berkumpul di warung kopi telah membudaya" itu di mana?
kita harus mengetahui budulu makna dari membudaya, baru kita tau apakah itu sudah membudaya atau belum,
membudayakan itu biasanya di pakai oleh orang-orang tua dulu, bila mereka melihat sesuatu kebiasaan yang sama selalu terjadi. jadi berkumpul minum kopi itu bersama sudah jadi kebiasaan... tpi enak juga ngopi rame-rame pak ya
Nah iya demikian, sepertinya kata "budaya" telah menjadi sekeramat itu dalam pikiran sebagian orang. Dalam pengertian saya, "membudaya" itu sederhana saja berarti "menjadi kebiasaan", dan kata "budaya" sendiri juga ngga harus dianggap sekeramat itu.
Bagaimana dalam pandangan Pak @bahrol, mengenai kata "budaya" dan "membudaya". Kita coba untuk melepaskan diri dulu dari makna kata-kata tersebut secara baku menurut KBBI. Mari kita ulas dari sudut pandang kita secara personal.
nah ini dia patut di angkat dalam sebuah postingan baru nanti akan muncul bermacam deskripsi dari kalangan ramai,
menurut pandangan saya sih sama juga seperti anda, karena membudaya dengan budaya itu beda, namun harus di terjemahkan di pahami dulu satu persatu maknanya beserta dengan contohnya,.
Terkait baju kaos, para desainer lokal harus melihat cara kerja desainer kaos jogja, sebut saja yang legend itu adalah DAGADU, diksi yang diambil dari bahasa jawa kromo. Saya sudah lama mengkampanyekan kepada siswa jurusan desain grafis untuk mencari diksi aceh yang lucu lalu mewujudkannya kedalam desain baju. Cuma memang butuh proses untuk itu.
Dulu sekali, waktu masih jaman itu, aku sempat menulis di komentar bahwa berkumpul dan menikmati kopi di warung kopi sudah menjadi semacam tradisi dalam masyarakat Aceh, eh, ada yang marah-marah. Ya sudah lah, sekarang aku anggap itu pengalaman yang lucu.
Awal 90an saya pernah diberi kaos oleh seseorang, di kaos itu tertulis dalam bahasa Inggris, "Banda Aceh, The City With A Thousand Coffee Shops", kira-kira begitu. Itu awal tahun 90an lho ya. Dan semakin ke sini malah semakin meriah. Qiqi.
Lalu salahnya mengatakan bahwa "berkumpul di warung kopi telah membudaya" itu di mana?
Hal begini asyik didiskusikan dengan segelas kopi bersama orang-orang seperti Pak @bahrol. Saya ngga mau menandai pak @fadthalib karena sudah saya lakukan sejak malam tadi dan sepanjang pagi tadi. 😅
"berkumpul di warung kopi telah membudaya" itu di mana?
kita harus mengetahui budulu makna dari membudaya, baru kita tau apakah itu sudah membudaya atau belum,
membudayakan itu biasanya di pakai oleh orang-orang tua dulu, bila mereka melihat sesuatu kebiasaan yang sama selalu terjadi. jadi berkumpul minum kopi itu bersama sudah jadi kebiasaan... tpi enak juga ngopi rame-rame pak ya
Nah iya demikian, sepertinya kata "budaya" telah menjadi sekeramat itu dalam pikiran sebagian orang. Dalam pengertian saya, "membudaya" itu sederhana saja berarti "menjadi kebiasaan", dan kata "budaya" sendiri juga ngga harus dianggap sekeramat itu.
Bagaimana dalam pandangan Pak @bahrol, mengenai kata "budaya" dan "membudaya". Kita coba untuk melepaskan diri dulu dari makna kata-kata tersebut secara baku menurut KBBI. Mari kita ulas dari sudut pandang kita secara personal.
nah ini dia patut di angkat dalam sebuah postingan baru nanti akan muncul bermacam deskripsi dari kalangan ramai,
menurut pandangan saya sih sama juga seperti anda, karena membudaya dengan budaya itu beda, namun harus di terjemahkan di pahami dulu satu persatu maknanya beserta dengan contohnya,.
Nongkrong di warung kopi memang sudah membudaya di Aceh khususnya Aceh pesisir.
Terkait baju kaos, para desainer lokal harus melihat cara kerja desainer kaos jogja, sebut saja yang legend itu adalah DAGADU, diksi yang diambil dari bahasa jawa kromo. Saya sudah lama mengkampanyekan kepada siswa jurusan desain grafis untuk mencari diksi aceh yang lucu lalu mewujudkannya kedalam desain baju. Cuma memang butuh proses untuk itu.