Pendekatan Sains vs Agama, Manakah yang Lebih Manjur Mengobati Gangguan Mental?

in Steem SEA2 years ago (edited)

50931043-330F-462C-8F6F-DFA0FC0F4DE9.jpeg
Healing di danau saat staycation dengan rombongan. Dua istilah sebelumnya, healing dan staycation sedang hype di kalangan warganet dan sering dihubung-hubungkan dengan mental health issue. Sumber: dokumentasi pribadi

Perdebatan sengit antara para fundamentalis dan liberalis terus berlangsung hingga saat ini. Pokok bahasan yang jadi polemiknya masih sama; mana yang lebih utama, sains atau agama?

Kaum fundamentalis mengembalikan segala hal pada apa yang disebut dengan asas-asas religiusitas. Anggapan mereka, teks-teks kitab suci, ritus-ritus, atau simbol-simbol yang diterapkan secara murni dan keseluruhan dapat menyelesaikan semua masalah yang terjadi. Pantang bagi fundamentalis sejati untuk mengakui ketidaktahuan, sehingga setiap kali terjebak dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum ada jawabannya, mereka dapat dengan mudah mencari dalih pada orang kepercayaan yang sama sekali tidak memiliki kapabilitas untuk menjawab, umpamanya tetua adat yang konon katanya punya 1000 tuyul di rumahnya. Karena nilai-nilai yang dianut itu, para fundamentalis kerap kali diberi cap konservatif, kolot dan menutup diri terhadap perubahan.

Lain lagi dengan para liberalis yang menempatkan sains sebagai pegangan yang utama dalam menyelesaikan setiap masalah. Untuk anda yang suka memantangi polemik antara evolusionis dan kreasionis, pasti sudah tidak asing lagi dengan nama Yuval Noah Harari. Sejarawan yang dikenal dengan karya Sapiens: A Brief History of Humankind itu dikenal sebagai liberalis yang menganut evolusionisme. Dia—dan orang-orang yang seide dengannya—percaya bahwa semua makhluk yang hidup saat ini merupakan hasil modifikasi dari yang sudah ada sebelumnya, hanya saja sudah memiliki bentuk yang jauh lebih kompleks. Di Indonesia sendiri, salah satu tokoh liberalis sejati yang pendapatnya cukup didengar adalah dr. Ryu Hasan, seorang pakar neurosains dan aktivis media sosial yang cukup aktif di Twitter.

EB107B50-A5C8-41A8-8916-4B8A5904EC5E.jpeg
Laman Twitter Ryu Hasan. Lihat saja tweet-nya mengenai kematian dan resiko yang disematkan itu, kurang evolusionis apa lagi dia. Sumber di sini

Melihat dari kontrasnya perbedaan antara kedua golongan tersebut, hampir mustahil keduanya dapat menerima argumen lawannya. Masing-masing dari mereka saling menuduh yang lain dengan diksi-diksi picisan semacam "kolot" atau "sesat." Padahal, jika kedua pendekatan (sains dan agama) dipakai secara bersamaan, justru akan menghasilkan ide baru yang jauh lebih solutif terutama dalam hal-hal tertentu, misalnya isu gangguan mental. Saat ini, pergulatan sains versus agama dalam mengobati gangguan mental sedang hangat-hangatnya dibawakan di panggung debat, mengingat publik yang makin melek dengan persoalan kesehatan mental.

Suatu waktu, saya pernah berkesempatan untuk melakukan penelitian mengenai efektivitas pendekatan spiritual dalam penanganan orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Sampelnya adalah orang-orang yang telah didiagnosa mengidap gangguan mental mulai dari depresi ringan hingga berat, gangguan kecemasan, OCD (gangguan obsesif kompulsif), PTSD (gangguan stress pasca trauma), skizofrenia, psikosomatik, hingga waham atau delusi.

Cerita soal riset ini tak banyak yang diketahui orang-orang di sekitar saya. Selain akibat sedikitnya sosok yang bisa diajak berdiskusi, isu yang saya angkat juga cukup sensitif sehingga membuat saya berpikir dua kali untuk mencari validasi pada orang lain. Hanya beberapa guru yang berkepentinganlah yang mendapati saya berurusan dengan para pasien (saat itu saya dipercaya mewakili teman-teman yang lain di ajang riset nasional). Karena tidak banyak yang tahu, saya tidak berminat untuk show off pada orang-orang, lebih-lebih lagi pada teman-teman sebaya yang akan mengira saya jago membual. Oleh sebabnya, saya melakukan sebagian besar tugas penelitian itu seorang diri, mulai dari pengangkatan masalah, pengumpulan data, observasi hingga pengambilan kesimpulan.

466A7E63-883E-4EB6-9219-324708C15CFC.jpeg
Saya suka menulis dan mengobservasi. Hal itulah yang menghantarkan saya untuk bertemu dengan orang-orang hebat, salah satunya yang ada di foto ini, @ayijufridar. Sumber: dokumentasi pribadi

Penelitian tersebut menghantarkan saya pada kesimpulan di mana sains dan agama menjadi kombinasi double combo! Menakjubkannya, berdasarkan pengakuan pasien yang memiliki kecakapan spiritual di atas rata-rata—dalam hal ini yang lebih beriman—, mereka mendapati interval kambuhnya semakin jauh. Bahkan, beberapa di antaranya telah mendapat diagnosa yang membaik, misalnya dari depresi berat menjadi depresi ringan. Menyadari ampuhnya terapi medis jika dibarengi dengan pendekatan kepada Tuhan, sebagian pasien masih konsisten di jalan hijrahnya sampai sekarang.

Setelah mendapatkan hasil yang demikian menakjubkannya, saya mendapati diri saya yang lebih moderat saat ini. Bukannya setengah hati, justru saya 100% percaya kalau kedua pendekatan tersebut bisa diaplikasikan seluruhnya tanpa menyalahi satu sama lain.[]

D8058577-D6C2-4876-BADA-80063734F685.jpeg
Healing lagi, bedanya kali ini dengan suasana kota. Sumber: dokumentasi pribadi

Sort:  
 2 years ago 

Postingan yang menarik saya suka membaca ☺️

 2 years ago 

Alhamdulillah kalau suka, berarti sudah selangkah lebih maju. Terima kasih sudah singgah di postingan saya, ya.

 2 years ago 

Siap ! sama sama

 2 years ago 

Selamat atas kemenangannya dalam lomba opini @firyfaiz. Teruslah menulis dan jadikan hobi yang memberikan manfaat minimal bagi sendiri syukur-syukur bagi orang lain.

 2 years ago 

Aamiin. Setelah berbulan-bulan masih ada kata selamat dari Pak Ayi.😁

 2 years ago 

Sebab hanya @firyfaiz satu-satunya juara di luar Sekolah Sukma.

 2 years ago 

Perahu nya bagus sekali...

 2 years ago 

Iya,benar.😀

 2 years ago 
DescriptionAction
PlagiarismNo
Club100
Using BotNo
Verified UserYes
Steemexclusive TagYes
Country TagYes
DelegatorYes
Beneficiary RewardsYes
 2 years ago 

🤗🤗

 2 years ago 

Sains dan Agama pada dasarnya tidak bertentangan, keterbatasan sains yang menjadikan tidak semua hal agama dapat dikaji, namun perpaduan keduanya terutama dalam pengobatan akan menjadi lebih optimal bagi si pasien.

 2 years ago 

Betul. Makanya ada istilah ilmu sains dan ilmu mistis, karena yang kalau kata Tan Malaka, logika mistika itu sendiri belum bisa dijelaskan secara saintifik.

Topik yang menarik. Tapi di jaman sekarang ini semua ilmu dan pengetahuan yang jaman dahulu masih berdasarkan kepercayaan mistik atau ghoib, sudah bisa di jelas kan berdasarkan science penelitian. Jadi untuk semua hal yang kita pahami bedasarkan ilmu agama dan sains masih menjadi perdebatan, karena pemahaman umat manusia belum sampai kearah sana, jadi hanya bisa menggambarkan dengan perumpamaan saja dan itu bukan yang di maksud.

Contoh kecilnya mengenai pemahaman Syurga dan neraka, malaikat dan iblis, jin dan lain sebagainya. Semua pemahaman yang di ajarkan adalah bukan itu yang di maksud, jadi di pakai kata perumpamaan sesuai ilmu pengetahuan orang-orang di jaman itu dan budaya yang ada di bangsa-bangsa tersebut. Tapi bukan itu yang di maksud.

Tapi Alhamdulillah jaman sekarang sudah mulai banyak orang-orang yang tercerahkan dan sudah banyak orang yang mulai paham bahwa inti dari semua yang di ajarkan dari religius dan hasil penelitian science adalah spiritual dan titik 0 dari jiwa yang tercerahkan. Dan itu sudah di ajarkan oleh nenek moyang bangsa kita sejak ribuan tahun yang lalu. Intinya jika itu sudah tercapai, seluruh umat manusia akan damai dan saling mencintai satu sama lainnya.

Jadi yang lebih manjur mengobati gangguan mental adalah ajaran spiritual yang bisa membawa ketenangan lahir dan batin. Dan science sudah menemukan cara tercepat mencapai titik 0 ketenangan jiwa melalui peningkatan vibrasi hati dan pikiran, seperti meditasi dengan gelombang suara theta atau alpha.

Intinya jika kita semua sudah mengetahui tujuan sejati dari ajaran agama, dunia ini pasti damai dan penuh cinta. Tapi kenyataan nya banyak pertumpahan darah dan kerusakan yang mengatasnamakan agama atau golongan kita yang paling benar dan suci.

 2 years ago 

Terima kasih insightnya yang sangat mencerahkan. Tapi saya masih bingung, apakah beberapa aktivitas, misalnya meditasi atau shalat, keduanya dapat dikatakan bagian dari spiritualism? Mengingat keduanya dapat memberikan ketenangan lahir dan batin. Atau mungkin kegiatan seperti shalat dan berdo'a itu dipisahkan dari spiritualisme itu sendiri, mengingat di dalamnya ada unsur ketuhanan. Mohon pencerahannya.

Kalau mau jujur berdasarkan nurani dan hasil obeservasi teman-teman atau saudara-saudara di sekitar kita, esensi dari do'a dan atau sholat bukan lagi menjadi alat mencapai spiritualime. Melainkan hanya ritual rutinitas saja, dan takut akan dosa. Meskipun awal di perintahkannya untuk sholat dan atau berdoa itu untuk mengenal Tuhan dalam arti spiritual tingkat tinggi.

Untuk mencapai tingkat spiritual yang sesungguhnya, kita harus mengalaminya sendiri. Bukan berdasarkan asumsi dari katanya. Orang-orang yang tercerahkan seperti Nabi-nabi, orang-orang suci yang jaman dahulu di sakralkan, mereka biasa meditasi/semedi/tafakur dalam keheningan (titik nol). Dalam agama Islam, sholat itu adalah sarana/alat menuju titik nol keheningan. Tapi kenyataannya, orang-orang yang rajin ibadah belum tentu hatinya baik dan saling mencintai serta saling memaafkan. Yang ada selalu menebar kebencian antara orang-orang /kelompok yang beda keyakinan. Mengapa demikian? Karena pemahaman tentang Tuhan menurut mereka adalah subyek yang ada di atas langit. Sejatinya esensi Tuhan Yang Maha Esa itu tidak bisa di capai oleh akal pikiran manusia. Karena sesungguhnya Tuhan lebih dekat dari urat nadi manusia.

Dari Abu Hurairah RA, dia berkata,”Rasulullah SAW bersabda,’ Sesungguhnya Allah berkata: "Aku sesuai prasangka hambaku pada-Ku dan Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-Ku" (HR Muslim)


Intinya ya itu.... Kita harus mencapai titik nol dalam keheningan, baru bisa tahu siapa Aku dan apa tujuanKu terlahir di dunia ini? Dan kemana roh Aku, setelah jasadku hancur? Benarkan cerita tentang Syurga Dan Neraka itu? Hanya orang-orang yang tercerahkan yang tahu dan mengalaminya sendiri dari fenomena-fenomena itu. Mereka bukan katanya, tapi mengalaminya langsung.

Karena apa yang kita lihat, kita alami dan kita rasakan di saat ini adalah hasil kreasi dari rekaman di otak kita dari sejak kita bayi. Contoh kecilnya mengenai pemahaman nyata dari keberadaan makhlus halus. Di Indonesia yang sejak kecil di jejali oleh cerita-cerita hantu, hanya mengenal pocong, kuntilanak, genderuwo, jin, tuyul dll, banyak yang mengaku pernah melihat makhluk-makhluk tersebut. Tapi anehnya di belahan dunia yang lainnya, hantu-hantu yang ada di Indonesia tidak ada dan tidak pernah ada yang melihat. Mereka hanya tahu zombie, vampire sesuai rekaman cerita-cerita yang mereka dapatkan saat kecil. Seharusnya kalau makhluk halus itu real ada, di seluruh dunia pasti sama dalam bentuk dan istilahnya. Sama halnya tentang pemahaman malaikat, Ketuhanan, syurga, neraka, takdir, hidup dan kematian yang di ajarkan di masing-masing ajaran agama.

Udah kayak skripsi ini 😂😂😂😁.

 2 years ago 

Sudah saya simpan komenannya di catatan pribadi:D

I have no idea mau balas apa, ini isinya "daging semua". Saya juga sedang nonton beberapa video dari neuroscientis soal spiritualisme ini, tentang bagaimana "otak spiritual" itu bekerja, dan bagaimana mekanismenya. Nanti, kalau sudah lebih paham, saya update lagi, yaa. Biar diskusinya jalan dua arah.

Terima kasih om @alhasan atas ilmunya.

 2 years ago 

Congratulations! This post has been upvoted through steemcurator08.

Zskj9C56UonWToSX8tGXNY8jeXKSedJ2aRhGRj6HDecqrjcqELSZaKnCDfp8xgDaMpFUZsS5MKKrJerGTcrSC5LRFDbQvYKum859A2s8wvSj7ckPi2g5.gif

 2 years ago 

Congratulations!

This post was selected for Lifestyle News Fourth Edition

Regards

@alee75

 2 years ago 

Alhamdulillah. Thank you for the support all the time.

 2 years ago 

U R Wellcome....😁

Coin Marketplace

STEEM 0.28
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 70910.93
ETH 3657.39
USDT 1.00
SBD 3.76