Penantian Perempuan
Penantian Perempuan
Di hujung lorong kampung. Seorang perempuan berdiri tegak Sambil memegang obor api di tangannya. Dia menatap tajam kepada kepulangan, sampai entah. Dia melakukan ini, hampir disetiap hari Jika langit petang sudah kelam padam...
Dia hanya anak petani di desanya..
Rutinitasnya sangat sederhana, Jika sudah pagi dia akan memasak sarapan untuk ayahnya yang sudah tua, dia menggantikan ibunya yang telah tiada.
Selanjutnya dia hanya pergi keladang, mengumpulkan apapun yang menghasilkan uang, termasuk kayu-kayu bakar yang akan dijual...
Dan ketika malam sudah bertandang.
Selepas dia melunaskan hutangnya dengan Tuhan, dia tidak lupa untuk segera menuntaskan kerinduannya yang tidak boleh diraba dan ditatap mata...
Dia enggan absen dari menanti kepulangan, meskipun tak kunjung didapatkan, segala yang dia inginkan. Dia setia dengan penantiannya, hanya obor panas, yang siap menerangkan jalan lorong yang gelap itu, sekedar menatap sisa kenang yang sudah hilang ditelan masa, dia tetap menanti sampai hari ini.
Sambil berdoa dalam hati, airmatanya tumpah pecah, dia meratap kehilangan yang sudah puluhan tahun berlalu, begitulah perempuan jika sudah mencinta, penantiannya terlalu setia.
Dia akan pulang dengan kesedihan ini setiap hari, dia selalu menutupi kelemahannya dari siapapun. Dia hanya akan menangis dilorong itu, karna disana dia meletakkan harapan dan sebuah kepulangan yang dia inginkan.
Meskipun waktu telah jauh berlalu.
Kesedihan ini akan abadi dalam matanya, penantian perempuan desa yang telah ditinggal cinta.
Namun harapannya seolah tidak pernah kenal luka, dia tetap membujuk rindunya agar baik baik saja.
Yuknga:75
Bumi Ayu, 17 Agustus 2018
